Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mereka yang Jadi 'Korban' Ahok

Awal 2015 tepatnya 2 Januari 2015 Gubernur DKI Jakarata Basuki Tjahaja Purnama melakukan gebrakannya dengan melakukan mutasi besar-besaran terhadap se

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mereka yang Jadi 'Korban' Ahok
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Awal 2015 tepatnya 2 Januari 2015 Gubernur DKI Jakarata Basuki Tjahaja Purnama melakukan gebrakannya dengan melakukan mutasi besar-besaran terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dari 6 511 jabatan yang ada, saat itu Ahok melantik sebanyak 4 676 pejabat setingkat eselon II, Eselon III, dan Eselon IV.

Sementara 1 835 jabatan saat itu dikosongkan, satu diantaranya jabatan wakil lurah.

Ahok memberikan waktu tiga bulan untuk para pejabat yang baru dilantiknya saat itu menunjukan kinerjanya.

Bila dalam waktu tiga bulan tidak menunjukan kinerja yang baik akan kehilangan jabatannya atau istilah Ahok 'distafkan'.

Istilah distafkan sering dikatakan Ahok, para pejabat yang dicopot dari jabatannya otomatis kehilangan jabatannya dan tidak lagi menikmati tunjangan jabatannya dan hanya menerima gaji pokok layaknya PNS berdasarkan golongannya.

Berita Rekomendasi

Pernyataan Ahok bukan hanya omong belaka, dalam 2015 Ahok sudah beberapa kali melakukan rombak jabatan.

Terbuang dalam Hitungan Bulan

Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishub) di DKI Jakarta menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang paling sering membuat Ahok geram. Masalahnya, pelayanan pada sektor ini, yang paling parah di Jakarta.

Pergantian Kadishub sepanjang 2015 terjadi dua kali. Pertama mantan Kadishub Mohamad Akbar digantikan Benjamin Bukit.

Ahok menilai Akbar bergerak lambat. Terutama dalam menghentikan operasional Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB).

Benjamin Bukit yang menggantikan posisi akbar, pada kenyataannya tidak sesuai ekspektasi Ahok. Baru berkisar enam bulan menjabat sebagai Kadishub, Akbar dicopot.

Alasannya, Benjamin tidak tegas menindak angkutan umum yang mengetem sembarangan, lambatnya lelang ERP, tidak ada sanksi yang diberikan kepada pengelola taksi Uber, serta parkir liar yang masih memadati Ibu Kota.

Kini posisi Benjamin sebagai Kadishub DKI diemban oleh Andri Yansyah.

Sebelumnya, Andri menjabat sebagai Asisten Sekretaris Kota Jakarta Timur bidang pemerintahan. Pergerakan-pergerakan Andri pada sektor transportasi mulai terlihat.

Tapi Andri tidak akan bisa duduk dengan nyaman di kantornya, karena sektor ini menjadi sorotan utama publik. Bila tidak berlari kencang, Andri bukan tidak mungkin akan terjungkal.

Apalagi, permasalahan angkutan umum terutama Metro Mini, hingga kini belum tuntas sepenuhnya.

Dibanggakan Lalu Distafkan

Tidak sekali dua kali nama Lasro Marbun dipuji-puji oleh Ahok.

Tapi pujian itu malah menjadi bumerang untuk Lasro yang pada akhirnya distafkan.

Lasro direkomendasikan langsung oleh Joko Widodo untuk menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dimasa Jokowi masih menjadi Gubernur DKI.

Kinerja Lasro menuai pujian.

Ahok bangga dengan Lasro yang berhasil menemukan anggaran ganda di Dinas Pendidikan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2014 sebesar Rp 2,4 triliun.

Tidak hanya itu, Lasro juga menemukan data ganda dalam Kartu Jakarta Pintar yang membuat jumlah penerimaan bantuan pada 2013 tidak tepat sasaran sebanyak 19,4 persen.

Keberhasilan Lasro juga terlihat saat membenahi Dana Bantuan Operasional Pendidikan 2013 dimana ditemukan adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp 8,29 miliar.

Namun keberhasilan-keberhasilan Lasro menemukan adanya korupsi, tak berbuah manis. Lasro pun dicopot.

Digantinya Lasro, berawal dari dirinya yang bersaksi terkait kasus pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS).

Lasro yang menyebut tak tahu menahu pada kasis itu, mulai 'bernyanyi'.

Saat bersaksi di bawah sumpah pengadilan, Lasro mengaku pernah mendengar bahwa pengadaan UPS merupakan perintah dari Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Saefullah.

Lasro yang pada sebelumnya menyebut tidak tahu, tiba-tiba berani menyebut nama.

Ahok merasa dibohongi. Dia heran, kenapa dalam persidangan Lasro sebut tahu soal pengadaan UPS di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat tersebut.

"Dulu Lasro bilang sama saya tidak tahu. Di sidang, kok tahu? Lalu tuduh Sekda. Saya tanya Sekda, dia enggak pernah diinstruksikan untuk pengadaan UPS. Makanya, orang seperti Lasro, kita lepas dulu," ujar Ahok pada akhir November lalu.

Dicopot Ahok, Lasro tidak banyak berbicara. Saat pencopotan jabatan, Lasro tengah dinas di Semarang.

Saat dihubungi, singkat jawabnya, "Ya sudah, kalau gitu saya resmi jadi pengangguran," kata Lasro.

Kini, Lasro ditempatkan di Badan Pedidikan dan Pelatihan (Bandiklat). Bandiklat menjadi tempat penampungan para pejabat yang dicopot tanpa mendapatkan jabatan pengganti atau demosi.

Senasib dengan Lasro, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Andi Baso Mappapoleonro juga dicopot

Dirinya dicopot dari jabatannya terkait proses hukum kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada APBD-P 2014.

"Karena dua orang itu, saya tidak tahu mereka terlibat atau tidak secara langsung. Tapi dua orang itu yang langsung berhubungan dengan UPS, scanner, dan APBD siluman menurut saya. Pak Andi Baso bertanggung jawab di Bappeda, Pak Inspektorat di Dinas Pendidikan," ujar Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Tersenyum Usai Mengundurkan Diri 

Mengatasi permasalahan banjir di Ibu Kota memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Hal itu yang dirasakan mantan Kepala Dinas Tata Air Tri Djoko Sri Margianto. Hingga pada Kamis (3/12/2015), dirinya mengundurkan.

Bukan wajah sedih yang diperlihatkan Tri Djoko saat dirinya dicopot.

Saat diwawancara para pewarta seusai pelantikan di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, dirinya tersenyum lepas.

Seakan menunjukan dirinya bahagia setelah lepas dari jabatannya.

"Sudah jadi orang bebas ini," katanya.

Tri Djoko tidak sependapat dengan Ahok.

Menurutnya, menyelesaikan permasalahan banjir tidak mudah.

Tri Djoko membeberkan alasan, kenapa dirinya mengundurkan diri.

Pengunduran dirinya, membuat kaget beberapa pihak, termasuk Sekretaris Daerah Saefullah.

"Banyak hal yang menjadi kendala (dalam mengatasi banjir). Pak Ahok mungkin melihatnya simpel, tetapi kenyataan di lapangan enggak. Kalau sudah beda cara pandang, memang diskusinya lain. Seolah-olah kita tidak menjalankan perintah, padahal banyak kendala di lapagan," kata Tri Djoko.

Tri Djoko bukan satu-satunya pejabat yang akhirnya memilih untuk mengundurkan diri.

Sebelumnya ada mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Haris Pindratno yang mengundurkan diri saat Ahok menjadi orang nomor satu di Jakarta.

Menurut pemberitaan Kompas.com, Haris mengundurkan diri karena sakit. Uniknya, seminggu sebelum dirinya dicopot Ahok sempat memarahi Haris. Kata Ahok, Haris tidak mampu mengikuti instruksi yang diberikannya.

"Pola kerja bapak ini, sama seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang saya ganti. Lebih baik saya buat satu sistem IT untuk mengontrol dan saya suruh Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) untuk beresin PJU di Jakarta. Jadi, saya tidak butuh Dinas Perindustrian dan Energi lagi," kata Ahok dengan nada tingginya mengomeli Harris.

Ibarat Main Sepak Bola

Ahok mengibaratkan jajaran Pemerintahan Provinsi DKI yang dipimpinnya layaknya tim sepak bola.

Sebuah pertandingan sepak bola berlangsung 90 menit.

Sementara kepemimpinan Ahok berlangsung hingga 2017.

Berarti waktu Ahok memimpin Jakarta tidak lebih dari dua tahun lagi.

Bila perubahan tidak terlihat, tidak dipilihnya saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI jadi taruhannya.

Karenanya, bila mantan Bupati Belitung Timur ini melihat ada bawahannya yang sudah tidak bekerja dengan baik akan distafkan.

Seorang Kepala Dinas, ujar Ahok, diibaratkan seorang pelatih sepak bola.

Sedangkan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anak buah diibaratkan seorang pemain sepak bola.

Kalau timnya sudah tidak bermain dengan baik, maka pelatihnya yang akan dicopot.

2016, Ahok Terus Rombak Jabatan

Meski kebijakannya melakukan 'bongkar pasang' pejabat kerap kali dikritisi, Ahok tidak peduli.

Seusai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disahkan, Ahok melangkahkan kakinya keluar ruangan.

Pria yang mengenakan setelan jas, celana bahan, dan sepatu pantopel hitam ini, dengan tegas mengatakan perombakan pejabat di 2016 akan tetap dilakukan.

Ahok membantah, 'bongkar pasang' yang dilakukannya akan mempengaruhi kinerja Pemprov DKI.

Dia beralasan, 'cuci gudang' dilakukannya karena kinerja pejabat tetap harus dievaluasi "Mau tidak mau, kalau yang sudah lamban harus kita ganti," kata Ahok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas