Rumah Bordil Ditutup, 'Kalau Rezekinya Sampai di Sini Mau Bilang Apa'
Ia bertemu suaminya pun di situ. Menikah, memiliki empat anak, dan mengelola rumah bordil berisi 25 kamar di Kalijodo.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sabtu (20/2) siang itu, Nanik (43) tampil ceria dikerumuni beberapa wartawan. Dengan ringan ia menjawab semua pertanyaan wartawan.
Beberapa wartawan yang mengharapkan jawaban mengharukan gagal mendapatkannya.
Perempuan asal Yogyakarta itu lalu bersemangat menjelaskan bahwa ia dan keluarganya sudah hidup di kawasan lampu merah Kalijodo, Jakarta Utara, sejak 15 tahun lalu.
Ia bertemu suaminya pun di situ. Menikah, memiliki empat anak, dan mengelola rumah bordil berisi 25 kamar di Kalijodo.
Tiga tahun pertama hidup di situ, ia sudah mulai bisa menabung dan, kini, ia dan keluarganya telah memiliki rumah di atas tanah 1.000 meter persegi di Kaliurang, Yogyakarta, serta rumah dan sawah seluas 4 hektar di Purworejo, Jawa Tengah.
"Jujur saja, semua hasil dari sini. Biaya empat anak saya sekolah juga dari sini. Sekarang dua anak saya sudah lulus perguruan tinggi negeri, cum laude. Waktu saya datang ke sini, ndak punya apa-apa," ucap Nanik.
Dari sawahnya itu, Nanik bisa dua kali panen padi tiap tahun. Sekali panen, setelah berbagi dengan penggarap sawahnya, ia masih mendapatkan 8 ton gabah kering. Ia menjual sekuintal gabah kering seharga Rp 800.000.
Setelah rumah bordilnya di Kalijodo sekarang ditutup, ia dan anak-anaknya akan melanjutkan rencana membangun penginapan rumahan (homestay) dan kafe di Yogyakarta. Pariwisata memang sedang marak di Kota Pelajar itu.
"Sudah lama saya merencanakan hal ini bersama suami sampai akhirnya suami saya keburu dipanggil Tuhan belum genap 100 hari lalu," ujar Nanik.
Ia kini justru bersyukur rumah bordilnya ditutup. "Kalau ndak ditutup, ya, kapan saya mau serius membangun home-stay sama kafe di Kaliurang?" ujar Nanik. Ia tersenyum.
Pesta terakhir
Menurut dia, "anak-anaknya" (sebutan bagi pekerja seks komersial atau PSK di rumah bordilnya) sudah satu per satu kembali ke kampung halaman masing-masing sejak hampir sepekan ini. "Sekarang sepi, 'anak-anak' sudah pergi," ujar Nanik yang kemudian terdiam.
Sementara dua pria kerabatnya terlihat lalu-lalang membawa kotak-kotak besar pengeras suara dan perangkat sistem suara lainnya ke sebuah sepeda motor roda tiga.
Puluhan alas tidur di kamar sudah lebih dulu diangkut dengan mobil bak.
Di depan Wisma Adem, tempat hiburan malam lain di Kalijodo, juga terlihat kesibukan sejumlah pria mengangkut kasur-kasur busa ke dalam truk.
Seorang pria asal Jawa Timur yang mengaku sebagai pemilik wisma tersebut menolak menjawab ke mana barang-barang itu dibawa.
Seperti halnya "anak-anak" Nanik, "anak-anak" Wisma Adem juga sudah pulang satu demi satu sejak hampir sepekan ini, sejak kabar penggusuran Kalijodo beredar.
"Pesta terakhir di Kalijodo itu, ya, Sabtu malam Minggu pas Hari Valentine lalu. Setelah itu, hari Seninnya, 'anak-anak' saya dan 'anak-anak' rumah lain sudah mulai pulang satu per satu," kata Suryana (52), pemilik rumah karaoke dan rumah bordil terluas di Kalijodo.
Apa yang disampaikan para pemilik tempat hiburan malam itu sesuai dengan pengamatan Kompas sejak Jumat hingga Sabtu.
Oleh karena itu, aneh saat ada seorang pengacara mengatakan akan ada 1.000 PSK melakukan aksi telanjang melawan pembongkaran bangunan di Kalijodo.
Ketika ditanya soal ucapan pengacara itu, Nanik, Suryana, dan pria yang mengaku pemilik Wisma Adem cuma tertawa.
Ketiganya dan beberapa pemilik tempat hiburan malam lain di sana telah merelakan bangunan mereka dibongkar. "Kalau rezekinya cuma sampai sini, mau bilang apa?" ucap Suryana.
Berkemas
Sabtu sore itu, keramaian memang masih terlihat di Kalijodo. Namun, berbeda dari malam Minggu sebelumnya, keramaian itu bukan persiapan pesta.
Hampir seluruh ruas Jalan Kepanduan II di Kalijodo diwarnai hiruk pikuk kegiatan berkemas. Belasan truk dan mobil bak membawa barang-barang keluar dari Kalijodo.
Sementara personel gabungan aparat keamanan yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil masih tampak menyisir Kalijodo.
Mereka adalah sebagian dari sekitar 3.000 personel gabungan TNI-Polri-Satpol PP yang sejak Sabtu pagi menggelar Operasi Pekat (penyakit masyarakat).
Dalam operasi tersebut, ratusan senjata tajam, mulai dari celurit sampai anak panah, diamankan.
Tiga orang ditangkap karena membawa bong (alat isap sabu). Sembilan pemilik tempat hiburan malam dan dua orang lainnya, kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal, juga ditangkap karena memiliki senjata tajam.
Pesta pun telah usai. Kini kawasan Kalijodo seolah tinggal menunggu datangnya alat-alat berat untuk merobohkan seluruh bangunan liar di sana. (WIN/C09)