Lagi, Ribuan Sopir Angkutan Umum Ancam Mogok Kerja Besok
Ribuan sopir itu juga akan berdemo di Gedung DPR RI dan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan sopir angkutan umum akan melakukan aksi mogok massal, pada Selasa (22/3/2016) besok.
Ribuan sopir itu juga akan berdemo di Gedung DPR RI dan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Jika ancaman mogok kerja ini terlaksana maka ini kedua kalinya para sopir itu melakukan aksi mogok.
Senin (14/3/2016) lalu ribuan sopir angkutan umum ini melakukan aksi pemogokan di Jakarta.
Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD), Cecep Handoko mengatakan bahwa pihaknya akan memulai aksi demonstrasi pada pukul 09.00 WIB.
"Kami akan turunkan 10.000 massa. Dengan tuntutan pembekuan perusahaan aplikasi yang menjadi perantara beroperasinya angkutan ilegal berplat hitam," kata Cecep, ketika dihubungi Warta Kota, Senin (21/3/2016).
Menurut Cecep, aksi tersebut bukanlah untuk menolak beroperasinya moda transportasi berbasis aplikasi.
Pihaknya hanya menyesalkan bahwa angkutan umum atau taksi-taksi yang beroperasi itu, melanggar UU No 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan serta peraturan perundang-undangan lainnya.
"Kami mendesak Pemerintah untuk memberi tindakan tegas dengan pembekuan operasional perusahaan aplikasi saat ini. Kami tidak menolak, bekukan dahulu aplikasi mereka. Kalau peraturannya sudah dipenuhi, baru silakan buka lagi aplikasi. Kami siap bersaing secara fair," tegasnya.
Menurut Cecep dengan beroperasi taksi-taksi aplikasi tersebut, tembang pilih dengan taksi-taksi konvensional saat ini.
Bahkan, para taksi yang saat ini berplat kuning, mengaku dianaktirikan.
"Hukum kan harga diri bangsa. Tapi dengan beroperasi taksi-taksi aplikasi itu tanpa mengindahkan aturan transportasi yang ada, artinya mereka sudah melecehkan. Tapi kenapa pemerintah diam saja?" tegasnya.
Karena itu, jika memang tidak tuntutannya nanti digubris pemerintah, pihaknya akan mengambil langkah lebih jauh lagi. Yaitu akan mengadukannya ke Mahkamah Agung (MA).
"Jangan sampai kami permalukan Rudiantara (Menkominfo). Kami akan ke MA mengadukan hal ini adanya pelanggaran hukum dalam pengoperasin angkutan umum berbasis aplikasi. Kami minta Pemerintah juga jangan benturkan kami dengan pengusaha-pengusaha taksi berbasis aplikasi," katanya.
Persaingan tidak Sehat
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan, bahwa dengan beroperasinya taksi-taksi aplikasi, menyebabkan persaingan tidak sehat.
Pasalnya, taksi aplikasi memasang tarif lebih murah dibandingkan dengan taksi konvensional.
"Ini sudah terjadi persaingan tidak sehat. Sopir meminta aplikasi ditutup, ya wajar saja, karena mereka mengalami kerugian sampai 50 persen. Seharusnya, pemerintah bisa mengatur beroperasinya taksi-taksi aplikasi itu. Ya kalau mereka mau bersaing, ikuti aturan!" tegasnya.
Murahnya tarif yang diberikan taksi aplikasi itu, karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya operasional.
Seperti tidak uji kir, tidak memiliki badan usaha, ataupun tidak memiliki pool taksi.
"Mereka selalu berdalih sebagai perusahaan tenologi dan pemerintah percaya. Sementara, orang-orang kita yang disalahkan. Terdapat kesalahan, yaitu masalah pemasangan tarif," katanya.
Sedangkan, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengatakan, bahwa pihaknya akan mengantisipasi aksi demo tersebut.
Ia akan menurunkan sebanyak 135 bus sekolah, yang disebarkan ke masing-masing terminal.
"Kami sudah koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian untuk mengatur masalah ini," katanya.
Namun, ia juga menyesalkan, jika memang aksi itu dilakukan. Pasalnya, akan berdampak dengan penumpang yang tidak terangkut angkutan umum nantinya.
"Jika ada angkutan umunm yang mogok, kami akan menarik kembali kebijakan memberikan waktu tiga tahun dalam meremajakan kendaraan," katanya.
Stop Aplikasi
Sementara, itu Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD DKI, William Yani, mengatakan, bahwa pihaknya juga mengecam, atas beroperasinya taksi-taksi berbasis aplikasi tersebut.
Pasalnya, taksi-taksi itu, menganggap peraturan di Indonesia mudah dilanggar.
"Mereka seenaknya beroperasi tanpa penuhi aturan sedikit pun. Sementara taksi-taksi plat kuning, mereka bersusah payah untuk mengurus dan memenuhi perizinannya. Ini tidak adil!" tegasnya.
Karena itu, ia meminta agar aplikasi tersebut ditutup terlebih dahulu. Agar nantinya, mereka bisa memenuhi persyaratan yang disyaratkan.
"Dishub itu sering melakukan pertemuan perusahaan transportasi aplikasi. Padahal mereka sudah sepakat untuk memenuhi persyaratan untuk operasi transportasi umum yang ditetapkan. Tapi sampai saat ini, persyaratan itu tidak pernah dipenuhi. Jadi sebaiknya tutup dahulu aplikasinya sebagai efek jera. Jika memang persyaratannya telah dipenuhi, baru silakan dibuka lagi aplikasi itu," katanya.
Penulis: Mohamad Yusuf