Sopir Taksi: Pagi Ketemu Pagi, Hanya Kantongi Rp 200 ribu
Mereka juga sempat curhat baik dengan sesama sopir taksi lainnya yang juga ikut aksi, serta kepada beberapa awak media
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di sela aksi demo di depan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selasa (22/3), ratusan sopir taksi tidak hanya mencaci Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara yang tidak mau menutup aplikasi angkutan berbasis online seperti Grab dan Uber.
Mereka juga sempat curhat baik dengan sesama sopir taksi lainnya yang juga ikut aksi, serta kepada beberapa awak media yang meliput aksi. Inti dari curhatan mereka ialah pendapatan per hari yang menurun drastis semenjak ada Grab dan Uber.
Evatriyono, pengemudi taksi Express mengatakan ini merupakan kali kedua dirinya ikut aksi demo. Ia mengaku sukarela ikut aksi demi nasibnya sendiri dan nasib ribuan sopir taksi lainnya.
"Ini demo asli, sopir taksi semua tidak ada yang bayaran. Bayangin saja setelah ada Grab dan Uber, penghasilan jadi meringis. Ini juga kenapa si menterinya tidak mau tutup aplikasi," ujar Evatriyono.
Ditanya soal pendapatan yang kian merosot, Evatriyono membeberkan semenjak ada Grab dan Uber dalam sehari ia hanya mendapat uang Rp 200 ribu-Rp 150 ribu.
Padahal sebelum ada aplikasi angkutan berbasis online, pria asal Bumiayu ini bisa mengantongi uang Rp 900 ribu-Rp 800 ribu per harinya.
"Hari gini, dapat uang Rp 500 ribu saja sehari sudah susahnya minta ampun. Saya keluar pagi ketemu pagi lagi cuma dapat Rp 150 ribu, mentok-mentok Rp 200 ribu," tegasnya.
Lebih lanjut, pria yang sudah empat tahun bekerja sebagai sopir taksi ini juga mengeluh soal kurangnya pendapatan dengan setoran ke istrinya di Bumiayu, terlebih saat ini sang istri tengah hamil muda.
"Jadi imbas juga ke setoran ke istri di kampung, mana lagi hamil muda empat bulan. Saya baru nikah, belum ada tabungan untuk biaya lahir. Makan juga gitu, dulu pakai ayam, ikan, sekarang mah makan pakai tempe ajalah, diirit-irit," tambahnya.