Staf Khusus Dicegah KPK ke Luar Negeri, Ini Tanggapan Ahok
Pencegahan terhadap Sunny terkait dengan penyidikan kasus suap reklamasi pantai utara Jakarta.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) turut mengomentari staf khusus-nya bernama Sunny Tanuwidjaja yang dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK.
Pencegahan terhadap Sunny terkait dengan penyidikan kasus suap reklamasi pantai utara Jakarta.
Ahok menyebut lebih baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sunny untuk mendapatkan keterangan yang jelas.
"Ya aku baru dengar. Aku pikir ya KPK supaya lebih jelas, nanti terserah waktunya aja manggil atau gimana," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (7/4/2016).
Ahok menyebut Sunny memang sering melangsungkan pertemuan dengan pengusaha.
Pasalnya Sunny merupakan peneliti di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah institut penelitian kebijakan yang bermarkas di Jakarta.
"Ya saya dengar kan memang Sanusi menyebutkan nama. Memang Sunny sering ketemu pengusaha, ketemu kita semua. (Sunny) kan memang di lingkungan itu, memang lingkungannya (pengusaha) kan bantu CSIS sudah sering dari dulu," kata Ahok.
Sebelumnya KPK kembali mengajukan permohonan pencegahan kepada Ditjen Imigrasi. Ini terkait kasus dugaan korupsi reklamasi teluk Jakarta yang tengah ditangani KPK.
Sebelumnya KPK mengajukan pencegahan terhadap Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto, bos Grup Agung Sedayu. Kali ini KPK mengajukan pencegahan terhadap Sunny Tanuwidjaja, staf khusus Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kabag Humas Ditjen Imigrasi, Heru Santoso, membenarkan bahwa KPK telah mengajukan pencegahan. Permohonan itu ditujukan untuk dua orang berinisial RHK dan ST, pada hari ini, Kamis (7/4/2016).
"Mereka dicegah terkait kasus dengan tersangka Ariesman Widjaja selama enam bulan, ke depan," ujarnya.
Ariesman Widjaja adalah Presdir PT Agung Podomoro Land, yang diduga menjadi inisiator penyuapan untuk anggota DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi, sebesar sekitar Rp 1,4 miliar.
Suap itu diduga terkait dengan pembahasan Raperda terkait reklamasi, yakni raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jakarta dan revisi Perda nomor 8 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
Heru Santoso saat diklarifikasi apakah ST yang dicegah adalah Sunny Tanuwidjaja, ia enggan menjawabnya.