Dituding Jual Air Lebih Mahal Dibanding Singapura, Ini Jawaban Palyja
Palyja memastikan tarif air bersih yang selama ini dibebankan kepada pelanggan tidak lebih mahal dari tarif air di Singapura.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) memastikan tarif air bersih yang selama ini dibebankan kepada pelanggan tidak lebih mahal dari tarif air di Singapura.
Hal tersebut sekaligus membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) yang menuding Palyja menjual air lebih mahal dari Singapura.
Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head Palyja, mengatakan harga air di Singapura itu senilai 1 dolar AS atau sekitar Rp 13.000 per meter kubik.
Hal itu jelas berbeda dengan pernyataan KMMSAJ yang menyatakan harga air di Singapura hanya Rp 3.200.
"Bisa dicek di Public Utilities Board (PUB) milik Singapura, itu PDAM-nya mereka," kata Meyritha, saat berkunjung ke Redaksi Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Selasa (12/4/2016) sore.
Meyritha menambahkan, bahwa tuduhan KMMSAJ salah, karena harga air di Indonesia bukan Rp 7.200 per meter kubik, melainkan Rp 1.000 per meter kubik,
"Kalau dilihat dari data, masyarakat menengah ke bawah hanya dibebankan untuk membayar Rp 1.000 per meter kubik," ujarnya.
Ia menegaskan pihaknya telah melakukan konfirmasi mengenai hal tersebut ke KMMSAJ, dan ia juga beranggapan bahwa pihak yang menuduh PT Palyja tersebut tidak memiliki bukti.
"Saya tanya ke mereka, ini Rp 7 ribu dapat dari mana, anda bayar air per meter kubik berapa, bisa dijabarkan ? mereka tidak dapat menjelaskannya ke saya," paparnya.
Selain menjawab tudingan KMMSAJ, Meyritha juga menyangkal tuduhan YLKI yang menganggap bahwa PT Palyja tidak mampu melayani pelanggan dengan baik.
Menurut Meyritha, kondisi saat ini yang terjadi yaitu jumlah pelanggan dan bahan baku tidak berimbang.
"Ibaratnya kami membuat kue, 2.000 kue dengan 1.000 kue, nah itu kan harusnya bahan bakunya dua kali lipat. Sementara kami sejak tahun 98 itu bahan bakunya nggak nambah, dan pastinya cuma segitu-gitunya juga," katanya.
Berdasarkan data tersebut, menurutnya, YLKI seharusnya melihat upaya dan efisiensi yang telah dilakukan dengan menurunkan tingkat kehilangan air pelanggan.
"Kami sudah berusaha melayani dua kali lipat pelanggan, tadinya 200.000 sekarang 400.000, jadi disitu seharusnya bisa dilihat bagaimana upaya dan efisiensi yang kami lakukan. Dari mana kami bisa melayani itu, tentunya dari menurunkan tingkat kehilangan air tadi," ujarnya.