Ketua BPK Masih Yakini Ada Kejanggalan dan Kerugian Pembelian Lahan Sumber Waras
lokasi Sumber Waras berada di Jalan Tomang Utara, sedangkan di salinan HGB tertulis Jalan Kyai Tapa perbedaan tersebut tentu saja mempengaruhi NJOP
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan salinan HGB lahan RS Sumber Waras ditemukan adanya perbedaan lokasi dan letak tanah.
Dari hasil audit, disebutkan bahwa lokasi Sumber Waras berada di Jalan Tomang Utara, sedangkan di salinan HGB tertulis Jalan Kyai Tapa perbedaan tersebut tentu saja mempengaruhi nilai jual objek pajak (NJOP) yang dipakai saat jual beli.
Ketua BPK Harry Azhar Azis menilai, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat melakukan klarifikasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait letak dan posisi tanah lahan RS Sumber Waras sebelum memutuskan untuk membeli.
"Apa sudah ada konfirmasi resmi dari BPN? terkait letak posisi tanah? Sudah keluarkan surat belum? Ikut Kyai Tapa atau Tomang? Mestinya Pemprov DKI meng-clear-kan soal ini, tidak terburu-buru langsung transaksi, apalagi ini menggunakan uang rakyat ratusan miliar," kata Harry Azhar dalam diskusi bertema "Pro Kontra Audit Sumber Waras", Sabtu (16/4/2016).
Dalam kesempatan tersebut, Harry juga mempertanyakan ketidaklaziman pembayaran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk peralihan hak tanah seluas 3,6 hektare tersebut.
Menurut Harry, ketidaklaziman tersebut bukan hanya soal cara membayar yang menggunakan cek tunai, tapi waktunya pun dinilai janggal olehnya.
"Bahwa diakhir Desember, 31 Desember 2014, jam 7, ada bukti cek tunai, jam 7 sekian detik. Kenapa ini seperti dipaksakan?" Kata Harry.
Selain proses pembayaran, BPK pun mempertanyakan kenapa pembayaran peralihan lahan itu dilakukan di akhir Desember. Pihaknya pun menilai hal itu seakan dipaksakan.
"Kenapa (dipaksakan), memang itu kalau lewat dari jam 12, pembayaran setelah itu tidak sah. Tapi kenapa dibayar sebelum tutup buku? Artinya Pemprov DKI sudah pada posisi debit, tapi objek lahan belum masuk aset DKI, karena sampai hari ini belum dikuasai Pemprov DKI," katanya.
Harry pun memperbandingkan dengan transaksi PT Ciputra Karya Unggul (CKU) dengan Yayasan Sumber Waras (YKSW) dengan yang terikat kontrak perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No 7 tertanggal 14 November 2013 tentang lahan RSSW seluas 3,6 ha berstatus hak guna bangunan (HGB), di mana pihak CKU hanya memberikan perikatan sebesar 8 persen, bandingkan dengan Pemprov DKI sudah melakukan pembayaran secara tunai 100 persen, padahal serah terima baru tahun 2018.
Dikatakan, dari aktanya juga jelas tidak ada klausa penguasan tanah setelah akta ditanda tangani. Selain itu juga tidak ada klausa si penjual menguasai tanah dua tahun setelah ditanda tangani akta.
Meski lahan di RS Sumber Waras telah dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun menurutnya, tetap saja tanah tersebut sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh pihak penjual dalam hal ini Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras.