Ahok Naik Pitam Saat Dikonfirmasi Adanya Barter dengan Pengembang
Pengembang ingin memperpanjang izin reklamasi, Ahok meminta nilai tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali nilai jual obyek pajak
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meninggi.
Dahinya mengerut, tangannya menunjuk ke awak media saat dikonfrimasi soal adanya barter dengan pengembang reklamasi di Teluk Jakarta.
Pengembang ingin memperpanjang izin reklamasi, Ahok meminta nilai tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali nilai jual obyek pajak dikali lahan yang dijual. Ahok akan memberikan izin perpanjangan, kalau pengembang sudah memenuhi kewajiban.
Hal tersebut tercantum dalam poin perjanjian antara Ahok dengan pengembang reklamasi dalam rapat tanggal 18 Maret 2014.
Ahok menandatangani perjanjian kerjasama dengan empat pengembang, yaitu PT Muara Wisesa Samudra, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci.
Ahok dengan keras membantah perjanjian itu, disebut barter. Dia meluapkan amarahnya, saat dikonfirmasi hal tersebut. Definisi barter disebutnya tidak pas.
"Istilah yang digunakan (surat kabar nasional) yang saya protes adalah barter," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016).
Kata barter dinilainya tidak sesuai. Tidak ada pertukaran dalam pelaksanaan kontribusi tambahan.
Pemerintah Provinsi DKI justru menambah kewajiban pengembang melalui kontribusi tambahan yang daftarnya diatur dalam izin pelaksanaan.
"Kalau barter itu, dalam pengertian Bahasa Indonesia tahu tidak? Barter itu, kita sama-sama tukar dapat sesuatu. Ini kan saya malah nambahin ke pengembang," kata Ahok.
Dia menjelaskan terdapat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Pada Pasal 22 Hak Diskresi tertulis, pejabat pemerintahan yang berwenang dapat menggunakan Hak Diskresinya untuk mengisi kekosongan hukum.
Langkah itu, diambilnya agar pengembang reklamasi melaksanakan kewajiban meski Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum disahkan.
Ahok menilai, dengan pengembang melaksanakan kewajibannya, pemerintah dan warga Jakarta akan diuntungkan. Pasalnya, pembangunan infrastruktur penanggulangan banjir dapat digunakan dari kewajiban pengembang reklamasi.
"Kita (Ahok saat menjadi anggota DPR) buat Undang-undang Pemerintah Daerah karena banyak kepala daerah tidak berani buat kebijakan. Pemda (Pemerintah Daerah) dirugikan, rakyat dirugikan. Makanya (dalam undang-undang), disebutkan kalau mau diskresi, harus ada catatan menguntungkan," ujar Ahok dengan nada tingginya.