Tangis dan Jerit Emosi Ibunda Eno Pecah Saat Pelaku Pembunuhan Hanya Dihukum 10 Tahun
Mahfudoh menutup telinga rapat-rapat dengan kedua tangan ketika hakim membacakan putusan di bagian kronologi pembunuhan Eno.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Tangis Mahfudoh, ibunda Eno Parihah (19), korban pembunuhan sadis di Tangerang, pecah sepanjang sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Kamis (16/6/2016) siang.
Bersama beberapa kerabat perempuan, Mahfudoh yang mengenakan kerudung hitam duduk di baris pertama ruang sidang.
Ia memilih menunduk sepanjang sidang saat Ketua Majelis Hakim, RA Suharni membacakan rangkaian putusan.
Bahkan, Mahfudoh menutup telinga rapat-rapat dengan kedua tangan ketika hakim membacakan putusan di bagian kronologi pembunuhan Eno.
Emosi Mahfudoh mulai tumpah usai RAI hanya dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara.
Setelah ketuk palu terakhir, Mahfudoh tiba-tiba berdiri menghadap Alfan Sari, Kuasa hukum RAI.
"Hey kamu! Alfan Sari! Yang kejam dan sadis begini kamu bela? Kalau ini kejadian sama anak kamu gimana?" teriak Mahfudoh.
Seruan Mahfudoh didukung suara cemoohan penonton sidang kepada pihak kuasa hukum RAI.
"Wooooooooo! Gila ya masih mau banding! Huuuuuuuuuu!"
Ketua majelis hakim R.A. Suharni menjatuhkan vonis sepuluh tahun terhadap RAI.
Ia dianggap terbukti dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana. RAI terbukti melanggar Pasal 340 KUHP.
Hakim menilai, terdakwa RAI menjatuhkan hukuman maksimal lantaran perbuatan RAI terbilang sadistis di luar peri kemanusiaan.
Apalagi, RAI juga tidak mengakui perbuatan dan kerap memberi keterangan berbelit di persidangan.
"Yang meringankan terdakwa tidak ada," ucap majelis hakim.
Pengacara RAI lainnya, Selamat Tambunan menyebut, tim akan menyusun memori banding. "Terdakwa punya hak mencari keadilan sampai ke tingkat kasasi ataupun peninjauan kembali," kata dia.
Ia menyebut, majelis hakim mengabaikan sejumlah fakta persidangan. Fakta persidangan yang diabaikan antara lain keterangan saksi mahkota Rahmat Arifin, yang mengatakan RAI tidak terlibat pembunuhan dan menyebut Dimas Tompel sebagai pelaku pembunuhan.
Bukan hanya itu, sidang juga dianggap janggal karena tidak ada bukti SMS antara Eno dan RAI. Dokter pun tidak melakukan pemeriksaan sidik jari, dan air liur RAI di tubuh dan kamar korban.