Krishna Murti: Polisi Negara Lain Hanya Menang Teknologi
"Kalau di sini coba aja, misalnya kasus di daerah begitu cek finger print malah gak kedata, gak tahunya masih pakai KTP jadul. Iya kan?"
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kombes Pol Krishna Murti menyatakan, kualitas kepolisian Indonesian tidak kalah dengan negara lain.
Hal tersebut dikatakannya saat acara pengenalan program Crime + Investigation (CI) Indonesia yang rencananya akan menayangkan sebanyak 3 buah film mini seri tentang penuntasan kasus-kasus kriminal di Indonesia.
"Kalau bicara sekolah, lamaan polisi Indonesia sekolahnya, Akpol (Akademi Kepolisian) 3 tahun, PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) 2 tahun, S2 2 tahun, belum lagi S3. Kalau sekolah udah muntah-muntah lah ya," tutur Krishna di Hotel Intercontinental, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).
Sedangkan polisi di Amerika, sambung Krishna, berdasarkan pengalamannya yang pernah mengenyam pendidikan kepolisian di sana, hanya dibutuhkan waktu selama 7 bulan untuk menjadi polisi.
"Mereka menangnya di segi tekhnologi, contoh di sana sudah ada teknologi finger print, sehingga kalau melakukan tindak kriminal ya tinggal cek aja sidik jarinya. Itu ibaratnya mudah sekali," ujar Krishna.
Sementara keterbatasan teknologi tidak membuat kepolisian Indonesia putus asa untuk mengusut kasus yang sangat rumit sekalipun.
"Kalau di sini coba aja, misalnya kasus di daerah begitu cek finger print malah gak kedata, gak tahunya masih pakai KTP jadul. Iya kan? Tapi polisi Indonesia mampu mengungkap banyak kasus," kata Krishna.
Ia mengatakan, permasalahan yang terjadi adalah masyarakat kerap membandingkan polisi Indonesia dengan polisi Internasional yang diketahui melalui layar lebar.
"Film-film polisi sana mah lebay-lebay, buktinya kemarin ditembak di Minnesota meninggal 4 orang polisi. Kalau kita tembak-tembakan sama teroris, mereka yang mati," ucapnya.
Selain itu masalah kepercayaan diri polisi Indonesia dikatakan olehnya masih rendah.
Hal tersebut membuat mereka merasa kerja keras yang dilakukan tetap akan dipandang sebelah mata masyatakat karena kurangnya apresiasi. (Rangga Baskoro)