Penyewa Makam Fiktif Pasrah Makamnya Dibongkar
Makam milik Sis adalah salah satu makam fiktif dari 25 yang ditemukan kemarin dan dibongkar Dinas Pemakaman
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sis (48) pasrah setelah mendengar berita bahwa makam fiktif miliknya di TPU Pondok Rangon sudah dibongkar alias diratakan dengan tanah. Padahal, dia beli makam fiktif dari oknum di TPU itu sebesar Rp 2,5 juta beberapa tahun lalu.
Tujuan pembelian makam itu, kata warga Jakarta Timur ini, untuk persiapan saat dia dipanggil Yang Maha Kuasa, keluarga tak perlu sulit mencari tempat pemakaman. "Awalnya seperti itu. Tak ada niat lain, selain untuk praktisnya saja," kata Sis, yang dihubungi melalui telepon, kemarin.
Makam milik Sis adalah salah satu makam fiktif dari 25 yang ditemukan kemarin dan dibongkar Dinas Pemakaman. Menurut Sis, dia membeli sepetak makam di Pondok Rangon setelah banyak berita di media yang menyebutkan bahwa lahan makam di Jakarta sudah habis.
"Kalau nggak salah ada media yang memberi judul besar, 'Jangan Mati di Jakarta' karena lahan makan sudah tak tersedia. Saat itulah saya ditawari oleh oknum di Pondok Rangon yang mengatakan bisa menyediakan lahan makam untuk persediaan," tuturnya.
Sis mengaku berani membeli lantaran harganya murah, Rp 2,5 juta. Dia bandingkan harga itu dengan penawaran makam di Karawang yang ditawarkan sebuah perusahaan yang harganya sampai puluhan juta rupiah. "Sudah mahal, jauh pula di Karawang," katanya.
Bongkar
Pantauan Warta Kota di lokasi, kemarin, sejumlah pekerja lepas tengah membongkar puluham makam fiktif dengan menggunakan cangkul. Pembongkaran itu dipimpin langsung Kasudin Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur Christian Tamora Hutagalung dan Kepala TPU Pondok Rangon JR Siregar. Christian mengatakan temuan makam fiktif tersebut merupakan hasil investigasi pihaknya selama dua minggu terakhir.
Dalam menentukan makam-makam mana saja yang teridentifikasi fiktif, Christian mengatakan pihaknya memakai panduan dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Makam yang memiliki gundukan namun tidak memiliki nisan ataupun sebaliknya, ada indikasi sebagai makam fiktif.
"Jika ada yang seperti itu langsung kita cek menggunakan alat seperti besi, kalau ditusuk keras atau besinya bengkok, berarti makam fiktif. Tapi kalau besinya masuk hingga dalam berarti benar ada makamnya," jelasnya.
Di Jakarta Timur, setidaknya 39 makam fiktif ditemukan. Jumlah tersebut diperoleh dari empat TPU yang ada di pinggiran timur Jakarta. Bahkan dari jumlah tersebut tidak menutup kemungkinan akan bertambah.
Christian Tamora mengatakan, dari 30 TPU yang ada di wilayahnya, empat TPU di antaranya telah diperiksa yakni dan ditemukan makam fiktif yakni TPU Pondok Rangon, Pondok Kelapa, Penggilingan, dan Utan Kayu (Kemiri).
"Dari empat TPU tersebut ada 39 makam yang dinyatakan fiktif. Saya tidak mengatakan 39 (makam fiktif) ini akan close (berakhir). Ini masih akan terus kita identifikasi," kata Christian, Senin (25/7).
Di Jakarta Utara, Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Administrasi Jakarta Utara, Romy Sidharta mengaku terus melakukan sidak di 8 TPU yang tersebar di Jakarta Utara.
"Jikalau makam fiktif, saya akui sampai saat ini kami belum temukan di 8 TPU di Jakarta Utara. Kami mencurigai lahan TPU 57 hektare di TPU Semper atau dikenal Budi Dharma Semper lah. Namun sampai saat ini kami belum temukan," kata Romy di ruangannya Kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Penelusuran
Hingga kemarin, Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Distaman) DKI Jakarta terus melakukan penelusuran masalah makam fiktif. Bahkan, hingga kemarin telah ditemukan makam fiktif sebanyak lebih dari 200 makam.
Kepala Distaman DKI, Djafar Muchlisin, menyatakan bahwa pihaknya kini terus melakukan penelusuran makam fiktif tersebut. Seluruh Tempat Pemakaman Umum (TPU) di lima wilayah kota, menjadi sasarannya.
"Sebelumnya, kami temukan 80 makam fiktif. Lalu, hari ini kami temukan lagi sebanyak 160 makam fiktif. Itu baru di Tegal Alur (Kalideres, Jakarta Barat), belum di wilayah lain, bisa lebih dari 200 makam," kata Djafar ketika dihubungi Warta Kota, Senin (25/7).
Oknum PNS
Praktik pembelian makam palsu pernah terjadi di TPU (Tempat Pemakaman Umum) Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Hal itu diungkapkan salah satu petugas makam, Minar (51), yang mengatakan kejadian tersebut pernah terjadi pada tahun 2013.
Minar menjelaskan, warga yang membeli makam palsu tersebut adalah seseorang berinisial BS. Proses tersebut bisa terjadi dengan cara melibatkan seorang mantan PNS DKI berinisial S yang dulu mengurus TPU Pondok Rangon. "Itu (belinya) sejak tahun 2013 sama Pak S. Pak S ini PNS di sini, tapi sudah meninggal," kata Minar, Senin (25/7).
Untuk membeli dua unit makam di bagian depan TPU Pondok Rangon, BS harus mengeluarkan dana senilai Rp 7,5 juta. Hanya saja Minar mengaku tidak mengetahui proses pembayaran yang dilakukan BS dan siapa-siapa yang terlibat dalam pelanggaran prosedur itu. "Kerjaan saya kan bukan ngawasi orang, tapi ngurusin makam," ujarnya.
Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur Christian Tamora Hutagalung mengakui untuk menelusuri jejak oknum yang membuat makam fiktif cukup sulit. Pasalnya, para pekerja lepas beralasan tidak tahu apa-apa. "Praktik ilegal seperti itu tentunya menguntungkan oknum pengurus dan perawat makam. Namun kita cukup kesulitan mengungkap siapa-siapa saja sehingga belum ada yang diberi sanksi. Jadi sekarang yang penting kalau ditemukan makam fiktif, bongkar saja," ujarnya.
Beli Rp 3,5 Juta
Diduga lantaran banyak makam fiktif sehingga ketersediaan lahan makam terbatas, Darwis Panjaitan (39), warga Kota Bumi, Tangerang terpaksa harus merogoh kocek Rp 3,5 juta ketika akan memakamkan anaknya Aditya Panjaitan (5) di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. "Saya sudah telanjur kalut, sudah bingung dan rela saja bayar Rp 3,5 juta untuk mengubur anak saya di sini," ujar Darwis saat ditemui Warta Kota di TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat pada Senin (25/7).
Ia mengatakan proses transaksi tidak melalui pemesanan online, melainkan langsung datang dan mengurus segalanya di TPU Tegal Alur. "Saya enggak ngerti online, yang penting anak saya dapat lahan untuk dimakamkan," ucapnya.
Setelah mendapat lahan dan membayar Rp. 3,5 juta, Darwis juga mengeluarkan uang lagi sebagai biaya retribusi Rp. 100.000 dibayarkannya melalui Kantor Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. "Uang Rp. 100.000 itu untuk bayar kontrak lahan makam ini selama tiga tahun," katanya.
Sementara itu Petugas Keamanan TPU Tegal Alur, M. Zaini menjelaskan bahwa biaya pemakaman gratis. Warga hanya diwajibkan membayar Rp. 100.000 sebagai uang retribusi selama tiga tahun sekali. "Ngubur di sini tanpa dipungut biaya, mungkin kalau ada yang sampai mengeluarkan uang Rp. 3 juta untuk ngubur itu paketan dari yayasannya," ungkap Zaini. (jhs/dik/bas/suf/Kompas.com)