Sindikat Kartu Kredit Malaysia Beroperasi di Indonesia
Dia pemuda asal Malaysia dengan badan tinggi tegap. Tidak fasih berbahasa Inggris dan hanya bicara dengan bahasa melayu.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Polisi meringkus Wong Chin Yung (18), kurir jaringan pemalsu kartu kredit internasional, Minggu (7/8/2016).
Dia pemuda asal Malaysia dengan badan tinggi tegap. Tidak fasih berbahasa Inggris dan hanya bicara dengan bahasa melayu.
Dia sudah 2 kali masuk ke Indonesia untuk bertransaksi dengan kartu kredit palsu. Wong tak memiliki pekerjaan lagi selain jadi kurir kartu kredit palsu.
"Dia masuk ke dalam sindikat pemalsu kartu kredit Malaysia," kata Kasubdit Fishmondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Teguh Wibowo kepada wartawan, termasuk Wartakotalive.com, usai jumpa pers, siang ini.
Teguh menjelaskan, Wong ada di pos paling bawah dalam sindikat pemalsu kartu kredit.
Tugasnya hanya bertransaksi menggunakan kartu kredit palsu. Mengambil keuntungan, lalu menyetorkannya ke sindikat.
Selanjutnya dia hanya diberi 500 ringgit setiap bertransaksi. Hanya sekitar Rp 1,7 Juta.
Saat diringkus anggota polisi dari Subdit Fishmondev Ditreskrimsus. Polda Metro Jaya, Wong tengah bertransaksi di Emerald Tour & Travel di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat, 7 Agustus 2016 lalu.
Dia membeli 3 tiket Tour seharga. Rp 111,1 juta. Tiket itu oleh Wong kemudian difoto dan dikirim ke seseorang di Puchong, Selangor, Malaysia.
"Kami sudah mengetahui siapa orang yang ada diatas Wong. Ini sindikat," kata Teguh.
Bahkan Wong mengaku ada banyak orang seperti dirinya yang bekerja untuk sindikat tersebut.
Nyaris setiap pekan selalu ada saja anggota sindikat itu yang masuk ke Jakarta. Bertransaksi memakai kartu kredit palsu dengan data asli.
Selanjutnya, kata Teguh, pihaknya akan berkoordinasi dengan International Police untuk meringkus orang-orang yang berada diatas Wong dalam sindikat tersebut.
Kartu kredit palsu ini sebenarnya merupakan kartu kredit 'aspal'. Data di dalamnya benar dan memang ada pemiliknya.
Data itu didapat dengan berbagai cara. Mulai dari mengambilnya saat pemilik melakukan transaksi di internet. Maupun saat pemilik memakainya di toko-toko menggunakan mesin.
Data itu kemudian diolah dan dimasukkan ke kartu kredit palsu milik sindikat. (Theo Yonathan Simon Laturiuw)