Anggota DPR: Sistem Pemilu Tak Peduli Apakah Ahok Mau Percaya atau Tidak Plt dari Kemendagri
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy menjelaskan ketentuan cuti bagi incumbent adalah kewajiban di dalam persyaratan pencalonan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem Pemilu di Negeri Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak mengenal dan tidak perduli petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok percaya atau tidak percaya terhadap Pelaksana Tugas yang akan menggantikannya bila cuti kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy menjelaskan ketentuan cuti bagi incumbent adalah kewajiban di dalam persyaratan pencalonan.
Artinya bukan ketentuan kampanye.
Oleh sebab itu setiap calon, kata Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, termasuk jika Ahok maju dalam Pilkada, maka harus menyertakan 3 dokumen ketika mendaftar sebagai calon.
Yaitu surat pernyataan kesediaan untuk cuti. "Ditanda tangani diatas materai," jelas Lukman Edy kepada Tribunnews.com, Selasa (6/9/2016).
Kemudian surat permohonan cuti kepada atasan masing-masing.
Kalau dia calon Gubernur maka ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
Dan kalau dia bupati atau walikota maka ditujukan kepada Gubernur atas nama Presiden.
Tembusan surat permohonan ini harus diserahkan kepada KPU dan terakhir paling lambat 3 hari setelah penetapan calon harus menyerahkan surat izin cuti diluar tanggungan negara oleh atasan masing2 kepada KPU/KPUD.
Jika ketiga dokumen ini tidak bisa disertai dan dipenuhi maka calon bisa didiskualifikasi oleh KPUD atas rekomendasi Bawaslu.
"Dengan ketentuan tersebut, jika Ahok tidak mau cuti maka dia akan dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat) dan didiskualifikasi sebagai calon," dia mengingatkan.
Yang jelas, tegas Lukman Edy, negara dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri secara ketentuan yang berlaku akan menyiapkan Pelaksana Tugasnya selama lebih kurang 4 bulan.
Karena pada dasarnya, jelasnya, semenjak dahulu ketatanegaraan di Indonesia, sudah mengantisipasi terhadap kemungkinan kosongnya kepemimpinan yang bisa mengganggu jalannya pemerintahan.
"Sehingga sistim kita tidak mengenal dan tidak perduli apakah Ahok mau tidak percaya dengan penggantinya nanti atau tidak. Negara dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri akan menyiapkan pelaksana tugasnya," jelasnya.