Ade: Tempat Kelahiran Saya Dibongkar, Sahabat Terpencar
Ketika ditanya soal penggusuran, pria yang menggunakan topi ini sempat diam tertegun.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbekal karung beras, Ade dan sang istri tengah hari bolong, Rabu (29/9/2016) mengunjungi lokasi rumahnya yang sudah rata tanah akibat penggusuran permukiman di Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Dengah teliti, Ade dan istrinya yang tengah hamil muda rela panas-panasan mengais sisa-sisa material di rumahnya yang kini sudah luluh lantak.
Barang-barang seperti kabel, panci, baskom, hingga gelas plastik berhasil dikumpulkan oleh Ade di dalam karung beras.
Sementara sang istri membawa tiga buah jirigen yang biasa mereka gunakan untuk menampung air.
"Saya sengaja ke sini mau lihat rumah yang sudah rata tanah. Sekalian ngambil perabotan yang masih bisa dipakai seperti kabel-kabel, panci, dan baskom," kata Ade saat ditemui Tribunnews.com di lokasi penggusuran.
Meski sudah pindah dari lokasi itu, namun Ade tidak menyewa rusun Rawa Bebek yang sudah disediakan pemerintah.
Dia memilih ngontrak sendiri di wilayah Cipinang, tepatnya di belakang Lapas Cipinang.
"Saya tidak tinggal di rusun Rawa Bebek, saya dan istri ngontrak di Cipinang, belakang Lapas. Kalau di rusun ngurus prosesnya lama, terus jarak saya ke tempat kerja kejauhan. Saya kerja di toko parsel di Jatinegara," tutur pria jangkung ini.
Ketika ditanya soal penggusuran, pria yang menggunakan topi ini sempat diam tertegun.
Dia menghela napas, dan menjawab singkat : "serba salah".
Serba salah yang dimaksud yakni, jika warga melawan penggusuran maka itu tidak akan menang melawan pemerintah.
Kalaupun mereka tidak pindah, mereka akan langganan banjir.
"Saya disini sejak tahun 1979, saya dan istri saya orang asli sini. Ya mau gimana kan serba salah. Mau berontak tidak menang, cuma penyesalan saja. Tempat lahir saya dibongkar, sahabat hilang, mencar-mencar," katanya.