Beberapa Faktor Ahok-Djarot Berpotensi Kalah
Ada empat alasan mengapa Ahok menjadi Common Enemy
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei berjudul 'Ahok Potensial kalah?'.
Dalam survei yang dilakukan kepada 440 responden pada 22 September hingga 2 Oktober 2016 ini, menghasilkan beberapa temuan, diantaranya adalah faktor yang membuat popularitas Ahok-Djarot terus merosot.
Bahkan, sejak bulan Maret 2016, Ahok dianggap sebagai musuh bersama (Common Enemy) oleh warga Jakarta khususnya di media sosial.
"Ada empat alasan mengapa Ahok menjadi Common Enemy, data ini diperoleh melalui riset kualitatif. Pertama, akibat isu kebijakan publik (penggusuran dan reklamasi) yang tak disukai," kata Peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam konferensi di kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (4/10/2016).
Adjie menjelaskan, akibat Isu kebijakan publik yang tak disukai seperti penggusuran beberapa wilayah (Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, dan lainnya) dan kebijakan reklamasi teluk, membuat Ahok tak populer di kalangan wong cilik, yang acapkali menjadi korban.
"Kedua, isu personality. Karakter Ahok yang kasar dan suka memaki orang di publik dianggap bukanlah tipe pemimpin yang layak diajarkan bahkan ditonton anak-anak. Jika Ahok menang dengan karakter seperti itu, Ahok akan ditiru. Belum lagi sikapnya yang dinilai tidak konsisten," kata Adjie.
Ketiga adalah isu primordial. Dalam riset yang dilakukan LSI, menyebutkan terdapat sekitar 40 persen pemilih muslim DKI tidak bersedia dipimpin oleh pemimpin yang non muslim.
Mereka berupaya agar Ahok tidak terpilih sebagai bagian dari girah agama.
"Kini bahkan etnis Ahok ikut dipersoalkan. Kemenangan Ahok dikwatirkan semakin dominannya etnis Tionghoa di bidang ekonomi. Bahan kemenangan Ahok dikaitkan dengan pertarungan global RRC menguasai Asia dan dunia. Terlepas apakah alasan ini masuk akal ataupun tidak, namun isu ini efektif menumbukan sentimen anti Ahok," katanya.
Selanjutnya, hadir kompetitor yang fresh, seperti Agus Harimurti dan Anies Baswedan.
"Dua figur ini belum dibicarakan dua bulan lalu. Kehadiran mereka kini bisa mengambil banyak pemilih yang dulu pro-Ahok," kata Adjie.
Namun demikian, banyak juga sukses story ahok yang juga dipuji.
Seperti kali di Jakarta yang bersih, dengan hadirnya pasukan oranye yang sigap membenahi lingkungan, keberanian Ahok melawan sisi gelap politik tetap diapresiasi.
"Success story itu yang membuat dukungan Ahok masih nomor satu walau sudah merosot drastis," kata Adjie.