Kasus Kematian Mahasiswa UI Akseyna Masih Misteri
Lebam di kepala, bibir, dan telinga Akseyna dicurigai sebagai indikasi bahwa ia sempat dianiaya.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kematian Akseyna Ahad Dori (19) masih menyisakan pertanyaan bagi keluarganya.
Satu setengah tahun sejak mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Indonesia itu tewas, polisi belum juga menemukan pelaku pembunuhan itu.
Rabu (5/10/2016), Ombudsman RI memanggil penyidik Polda Metro Jaya untuk mempertanyakan sejauh mana penyelidikan kasus itu berjalan.
Namun, Kabid Humas Plda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, pihaknya tidak sempat menghadiri pertemuan tersebut.
"Karena kesibukan, jadi penyidik tidak bisa datang, kami sudah konfirmasi ke pihak Ombudsman," kata Awi di Mapolda Metro Jaya, Jumat ini.
Pekan depan, rencananya Ombudsman akan memanggil lagi penyidik, yaitu tim dari Polda Metro Jaya dan Polresta Depok.
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polresta Depok Komisaris Teguh Nugroho mengungkapkan sulitnya menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Teguh yang saat kematian Akseyna pada Maret lalu belum menjabat sebagai Kasat Reskrim mengatakan, jeda waktu dalam pengungkapan identitas dan olah TKP menjadi kunci sulitnya mengungkap kejahatan itu.
"Ada jeda waktu empat hari dari penemuan mayat sampai ketahuan identitasnya. Itu memberi ruang bagi pelaku untuk menghilangkan barang bukti," kata Teguh.
Terlebih lagi, kata dia, saat itu dugaan yang muncul adalah Akseyna meninggal akibat bunuh diri.
Sepekan setelah Akseyna ditemukan di Danau Kenanga UI pada 26 Maret 2015, barulah muncul kemungkinan Akseyna dibunuh.
"Dugaan bunuh diri kan dari surat wasiat yang beredar di medsos," kata Teguh.
Belakangan setelah visum et repertum dan autopsi mendalam, terbukti ada tanda penganiayaan di tubuh Aksyena.
Lebam di kepala, bibir, dan telinga Akseyna dicurigai sebagai indikasi bahwa ia sempat dianiaya.
Kejanggalan lain ada di surat wasiat yang menurut pakar tulisan menunjukkan perbedaan dengan milik korban.
Polisi kemudian mengarahkan penyelidikan untuk mencari tersangka.
"Suasana kebatinan para penyidik waktu menemukan mayat itu berbeda, baru penyelidikan pembunuhan kan belakangan," kata Teguh.
Teguh mengaku kini sudah mengantongi satu alat bukti untuk menetapkan tersangka.
Sesuai KUHAP yang berlaku, perlu dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Kalau berdasarkan pengalaman empiris selama ini, pembunuhan seperti ini biasanya dilakukan oleh pelaku yang dekat dengan korban, yang terakhir kali bersama korban, dan biasanya kembali untuk mengacak-acak TKP," kata dia.(Nibras Nada Nailufar)