Pertanyaan Kapolri, Ada Apa di Balik Desakan Penahanan Ahok?
Kapolri pertanyakan motif orang-orang yang mendesak penahanan itu. Tuntutan utama saat berdemo 4 November sedang bergulir.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak sampai dua pekan setelah unjuk rasa 4 November, Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka penistaan agama.
Putusan Polri itu menindaklanjuti tuntutan massa pendemo unjuk rasa 4 November yang ingin Ahok diproses hukum.
Namun, meski mantan Bupati Timur itu sudah berstatus tersangka, massa masih saja merongrong polisi untuk segera menahan Ahok.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian lantas mempertanyakan motif orang-orang yang mendesak penahanan itu.
Padahal, tuntutan utama saat berdemo 4 November ialah melanjutkan proses hukum yang tengah bergulir.
"Kalau ada tekanan untuk penahanan, justru kita pertanyakan ada apa di balik itu. Pasti tidak lepas dari faktor politik," ujar Tito dalam program Rosi di Kompas TV, Senin (21/11/2016) malam.
Tito menegaskan bahwa tak perlu ada lagi desakan ke polisi soal Ahok.
Mengenai penahanan, penyidik menganggap belum ada urgensi melakukannya terhadap Ahok.
Menurut dia, penahanan dilakukan dengan syarat obyektif dan subyektif.
Syarat tersebut antara lain ada upaya melarikan diri, menghilangkan bukti, dan mengulangi perbuatan yang sama.
"Alat buktinya (untuk penahanan) harus telak dan mutlak," kata Tito.
Lagi pula, kata Tito, dalam undang-undang disebutkan bahwa sifat penahanan tidak wajib dilakukan selama tidak memenuhi syarat tersebut.
Tito meyakini tensi terhadap kasus ini meningkat lantaran disusupi oleh kelompok-kelompok tertentu yang punya kepentingan politis.
"Kepada kelompok yang punya agenda politik, saya ingatkan jangan provokasi masyarakat untuk ke kepentingaan saudara sendiri," kata Tito.
"Kasihan masyarakat. Kalau saudara anggap cinta negara, buktikan kecintaan itu," ujar dia.
Masyarakat pun diminta jangan mudah digiring provokasi. Tito meminta agar masyarakat tetap berpikir dingin, kembali kepada koridor hukum, dan tidak berbelok ke urusan politis. (Kompas.com/Ambaranie Nadia Kemala Movanita)