Menteri Agama Menilai Fatwa MUI Tidak Mengikat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang larangan umat muslim untuk menggunakan atribut natal.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang larangan umat muslim untuk menggunakan atribut natal.
Fatwa bernomor 1228/MUI/XII/2016 menimbulkan berbagai persepsi di masyarakat dimana ada yang menilai positif dan sebaliknya.
Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, fatwa dari MUI tidak langsung dikeluarkan dimana sudah melalui proses pertimbangan.
Menurutnya, fatwa MUI muncul karena adanya pihak-pihak meminta agar dikeluarkan aturan terhadap satu fenomena di masyarakat.
"Fatwa MUI tidak bisa begitu saja tanpa ada orang yang meminta. Kalau ada laporan ke MUI, MUI biasanya diminta keluarkan fatwa," kata Lukman di kantornya, Selasa (20/12/2016).
Lukman menuturkan, fatwa MUI tentunya akan berlaku kepada mereka yang meminta fatwa dikeluarkan. Sementara menurutnya orang yang tidak meminta dikeluarkan fatwa, maka tidak terikat dengan fatwa tersebut.
"Yang tidak meminta fatwa tidak terikat dengan isi fatwa. Saya menilai fatwa MUI kembali pada umat muslim yang menyikapinya," tuturnya.
Seperti dikutip Tribunnews.com, Polres Metro Bekasi Kota telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: B/4240/XII/2016/Restro Bks Kota tanggal 15 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas.
Surat yang ditandatangani Kapolres itu sebetulnya merupakan penjabaran dari fatwa MUI No 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi umat Islam.
Surat tersebut juga merujuk pada UU RI No 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Kirsus Sqt Intelkam Polres Metro Bekasi Kota bernomor R09/Kirsus/XII/2016/SIK tanggal 14 Desember 2016 tentang Pengamanan Natal dan Tahun Baru 2016/2017.
Sementara Polres Kulon Progo DIY mengeluarkan surat edaran dengan Nomor:B/4001/XII/2016/Intelkam tertanggal 17 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas yang ditujukan kepada para pemimpin perusahaan.
Dalam surat itu ditulis untuk mencegah timbulnya gangguan kamtibmas yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Surat edaran itu mengimbau agar pimpinan perusahaan menjamin hak beragama umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan/karyawati.
Sementara di Surabaya, Kapolrestabes Surabaya Kombes M Iqbal ikut mengawal aksi Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur ke mal-mal dan tempat perbelanjaan di Kota Pahlawan, Minggu (18/12/2016).
M Iqbal menegaskan, aksi yang dilakukan FPI bukanlah sweeping. Massa FPI menggelar pawai guna menyosialisasikan Fatwa MUI No 56/2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non-Muslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan, terutama atribut Natal.
Aksi FPI Jatim ini mendapat pengawalan ketat dari polisi. Sedikitnya 200 polisi dari Satbara, Dalmas, dan Brimob Polda Jatim diterjunkan untuk mengawal aksi tersebut.
Massa FPI ini hanya melakukan sosialisasi di depan mal dan pusat perbelanjaan.
Sedangkan perwakilan yang bertemu dengan pihak manajemen mal dibatasi hanya lima orang.
Sejumlah lokasi yang didatangi FPI yakni Pasar Atum, Tong Market Jalan Jaksa Agung Suprapto, Grand City, Delta, WTC, Galaxy Mall, Excelso Tunjungan Plaza, dan Ciputra World Jalan Mayjen Sungkono.