10 Rekomendasi KNKT Terkait Terbakarnya KM Zahro Express
KNKT berharap kedepan dengan dikeluarkannya Rekomendasi Segera ini kepada pihak terkait agar dapat dilakukan perbaikan
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengeluarkan 10 rekomendasi segera terkait dengan terbakarnya KM Zahro Express pada 1 Januari lalu.
Ketua KNKT Dr. Ir. Sorjanto Tjahjono dalam rilis KNKT mengatakan rekomendasi segera dengan nomor Nomor KNKT/001/I/REK.KL/2017 telah disampaikan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP), Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Kepala KSOP Kelas V Muara Angke yang dikeluarkan pada tanggal 4 Januari 2017 dengan Nomor Surat KTL/001/6 KNKT 2017.
"KNKT memandang perlu dikeluarkannya 10 Rekomendasi Segera ini, mengingat kejadian kebakaran kapal yang terus menerus berulang serta masih terdapatnya hazard atau kondisi yang membahayakan operasional kapal, khususnya pada kapal pelayaran rakyat seperti KM. Zahro Exspress," demikian Soerjanto, Rabu (11/1/2017).
KNKT berharap kedepan dengan dikeluarkannya Rekomendasi Segera ini kepada pihak terkait agar dapat dilakukan perbaikan baik oleh operator kapal maupun regulator.
Berikut 10 Rekomendasi Segera terkait tragedi KM Zahro Express:
1.Pemasangan dinding penahan / penyekat api (Fire Wall Solas Chapter II atau aturan lainnya untuk pelayaran domestik A 60) di ruang mesin yang terbuat dari plat baja atau bahan lainnya yang tahan api disekitar mesin (semua posisi, samping kanan – kiri, atas dan muka-belakang), hal ini diperlukan untuk mengisolasi api jika terjadi kebakaran di ruang mesin agar tidak mudah menyebar ke ruang lainnya atau memperlambat laju penyebaran api. Keadaan ini sangat diperlukan untuk memberikan waktu lebih panjang guna awak kapal melakukan evakuasi penyelamatan penumpang.
2.Pemasangan alat pemadam kebakaran otomatis di ruang mesin (System Sprinkle), alat ini akan bekerja otomatis jika terjadi kebakaran di ruang mesin dan segera menyemprotkan racun api untuk memadamkan kebakaran, sehingga jika terjadi kebakaran maka dapat segera dipadamkan secara otomatis.
3.Setiap kapal dengan penumpang lebih dari 12 (dua belas) penumpang hendaknya diwajibkan memasang alat pemberi sinyat darurat atau yang dikenal dengan nama Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPERB), dimana jika terjadi suatu kondisi darurat maka Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) melalui system satelitnya akan dapat segera mengetahui posisi kapal dengan akurat dan segera dapat mengirim regu penolong.
4.Kapal hendaknya diwajibkan untuk melaporkan posisinya setiap 30 menit (disesuaikan dengan kondisi lokal) kepada operator radio setempat. Sehingga jika terjadi sesuatu kondisi darurat, maka operator radio pantai akan segera dapat mengetahui posisi kapal tersebut dan menyampaikan ke BNPP untuk dilakukan pertolongan.
5.Nakhoda diharuskan untuk melaporkan ke radio pantai jika mengalami kondisi darurat dan juga melaporkan posisi kapal.
6.Kapal harus memiliki pintu darurat yang cukup memadai baik dari segi jumlah maupun posisinya yang disesuaikan dengan kapasitas penumpangnya, maka jika terjadi kondisi darurat penumpang dengan tenang / tidak berebut untuk dapat segera keluar dari kapal.
7.Dirjen Perhubungan Laut agar mewajibkan crew kapal terutama nakoda untuk diberikan pelatihan tentang tanggap darurat di kapal yang meliputi kapal terbakar, terjadi kebocoran, mesin mati, cuaca buruk dan lain-lain serta mendisiplinkan untuk melakukan praktis tanggap darurat setiap dua minggu sekali atau disesuaikan dengan standar aturan yang ada.
8.Perlu dilakukan review untuk masalah sertifikat pengawaan kapal dengan kapasitas lebih dari dua belas penumpang khususnya kapal pelayaran rakyat atau speed boat, dimana saat ini sertifikat pengawaan untuk jenis kapal-kapal tersebut menggunakan Sertifikat Ketrampilan dan Kecakapan (SKK) yang dikelauarkan oleh KSOP yang ditunjuk. Kami menilai bahwa materi maupun kopetensi yang termuat dalam materi SKK sudah tidak memadai dengan kondisi yang ada.
9.Memberlakukan aturan untuk penggantian selang bahan bakar secara periodik atau jika telah mengalami penuaan atau crack. Penggantian selang sebaiknya dilakukan setiap lima tahun sekali atau jika didapati kerusakan dan menggunakan bahan yang memenuhi standar marine.
10.Hendaknya perlu dipertegas sebagai single accountable person dari operasional sebuah pelabuhan sehingga tidak menimbulkan dualisme kepemimpinan di lapangan, hal ini sangat penting agar para pelaksana di bawah tidak terjadi tumpang tindih dan ketidakjelasan terutama yang berkaitan dengan line of command dalam operasional pelabuhan.