Mungkinkah Pasal Krusial Diduga Bernilai Triliunan Ini yang Bikin Patrialis Akbar Kena OTT KPK?
Uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan memakan korban. Hakim MK kena OTT. Sebuah pasal ditengarai sangat mahal!
Penulis: Robertus Rimawan
(4) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memperoleh izin dari Menteri.
(5) Setiap Orang yang memasukkan Bakalan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan penggemukan di dalam negeri untuk memperoleh nilai tambah dalam jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak dilakukan tindakan karantina berupa pelepasan.
(6) Pemasukan Ternak dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus: a. memenuhi persyaratan teknis Kesehatan Hewan; b. bebas dari Penyakit Hewan Menular yang dipersyaratkan oleh Otoritas Veteriner; dan c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina Hewan.
Pasal ini mengatur bagaimana sapi yang boleh diimpor hanya sapi bakalan bukan sapi siap potong.
Padahal bila dilihat dari efisiensi dan demi keuntungan lebih mudah kalau sapi yang diimpor adalah sapi potong.
Seorang dosen Fakultas Peternakan Unpad, Rochadi Tawaf pernah mengupas terkait kontroversi UU Nomor 41 Tahun 2014 melalui Kompasiana.com pada 3 September 2015.
Simak kupasan Rochadi di sini: Kontroversial UU 41/2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan?
Pada tulisan tersebut Rochadi mencontohkan peristiwa saat puasa dan lebaran tahun 2015.
Pemerintah melalui Menteri Perdagangan saat itu telah mengeluarkan izin impor triwulan II bagi sapi bakalan sebanyak 250.000 ekor.
Tujuannya untuk mengantisipasi agar harga daging sapi tidak melonjak tajam.
Ppemerintah menerbitkan izin impor sebanyak 29.000 ekor sapi siap potong.
Menurut Rochadi kebijakan ini sungguh di luar dugaan, karena pada kasus ini jelas-jelas pemerintah sebenarnya telah melanggar UU No 41/2014 tentang Peternakan dan kesehatan hewan (PKH).
Pada pasal 36B ayat 2, dinyatakan bahwa pemasukan ternak ke dalam negeri harus merupakan bakalan, bukannya sapi siap potong.
Ia menilai pasal ini harusnya bersifat pasal karet, yaitu yang bisa menerima berbagai kriteria sapi bagi kepentingan pengembangan sapi potong dan pemenuhan kebutuhan konsumen di dalam negeri.