Jakarta Harus Bersaing dengan Kota Besar Lain di Dunia
Untuk memenangkan persaingan global tersebut, Jakarta perlu menata kawasan tepi air melalui reklamasi dan revitalisasi Jakarta Utara.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pakar menegaskan bahwa kondisi kota Jakarta yang ada sekarang sulit untuk bersaing dengan kota-kota besar dunia lainnya. Selain pembenahan birokrasi, pengembangan kawasan baru dan revitalisasi kawasan yang ada diyakini akan dapat meningkatkan daya saing kota Jakarta.
Sawarendro, Ketua Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute (ILWI) — sebuah lembaga kajian di bidang reklamasi dan pengelolaan air — menyatakan bahwa sadar atau tidak sadar Jakarta sedang bersaing dengan kota-kota besar dunia lainnya untuk menjadi kota yang layak untuk tempat tinggal, bekerja, berinvestasi dan berekreasi. Untuk memenangkan persaingan global tersebut, Jakarta perlu menata kawasan tepi air melalui reklamasi dan revitalisasi Jakarta Utara.
Sebagaimana penataan kota besar di belahan dunia lainnya, seperti Singapura, diperlukan juga tambahan ruang. Bagi Jakarta tambahan ruang itu bisa dimungkinkan dengan pengembangan ke arah utara. Pengembangan ke arah selatan terkendala, karena bagian selatan diperuntukkan untuk kawasan konservasi, sedangkan pengembangan ke arah timur dan barat sudah sedemikian padatnya saat ini.
“Kepadatan yang semakin tinggi, dengan bertambahnya penduduk dan keterbatasan ruang ini menciptakan berbagai persoalan ekonomi, lingkungan dan sosial,” kata dia kepada wartawan, Selasa (7/2/2017).
Dengan adanya reklamasi, selain terdapat tambahan ruang, penghasilan yang didapat dari kegiatan di kawasan baru tersebut dapat digunakan untuk mengatasi berbagai persoalan ekonomi, lingkungan dan sosial DKI Jakarta terutama di Jakarta Utara.
Jakarta Dalam Angka Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah 2016 mencatat selama lima tahun terakhir, jumlah penduduk Jakarta naik rata-rata 1,09% per tahun. Sampai dengan 2015, jumlah penduduk DKI Jakarta tercatat 10,17 juta jiwa atau bertambah sekitar 500 ribu orang dibandingkan 2010 sebanyak 9,64 juta jiwa.
Adapun kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2015 mencapai 15.366 jiwa per kilometer persegi. Kota Jakarta Barat memiliki kepadatan penduduk tertinggi sebesar 19.017 jiwa per kilometer persegi.
BPS memproyeksikan bahwa penduduk Jakarta pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 10,6 juta jiwa dan akan terus bertambah menjadi 11,03 juta jiwa (tahun 2025), 11,31 juta jiwa (tahun 2030), dan 11,46 juta jiwa (tahun 2035). Dengan asumsi tidak ada penambahan lahan maka kepadatan penduduk di Jakarta pada 2035 akan mencapai 17.301 jiwa per kilometer persegi.
Sawarendro menjelaskan, penambahan jumlah penduduk di Jakarta ini dapat semakin memperberat beban kota. Selain persoalan ekonomi, lingkungan, dan sosial, Jakarta juga menghadapi ancaman penggunaan air tanah yang berlebihan yang berakibat terjadinya penurunan muka tanah di Jakarta.
Situasi ini akan memperparah kondisi banjir yang ada sekarang, mengingat ancaman bukan hanya berasal dari luapan air sungai, melainkan juga terjangan rob dari laut.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Prof. Emil Salim, menyatakan reklamasi merupakan salah satu solusi untuk mengantisipasi daya dukung lahan di Jakarta. “Tidak ada yang keliru dengan kebijakan reklamasi,” ungkap Emil dalam sejumlah kesempatan.
Pakar lingkungan ini menegaskan, pengembangan kawasan baru terutama terkait fasilitas publik yang strategis di Jakarta diperlukan untuk mengantisipasi stagnasi yang diperkirakan terjadi di Pelabuhan Singapura dalam beberapa tahun mendatang. Kebijakan reklamasi Teluk Jakarta juga sudah sejalan dengan visi pembangunan jangka panjang Indonesia.
Salah satu contoh proyek reklamasi yang kini sedang berjalan adalah pengembangan terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok atau New Priok Container Terminal (NPCT) berkapasitas 1,5 juta TEUs tahap II dan III oleh PT Pelabuhan Indonesia II. Dua terminal ini adalah pengembangan dari New Priok I yang sudah diresmikan Presiden Joko Widodo tahun lalu.
Sampai Januari 2017, proses reklamasi NPCT II dan III sudah 15-20 persen dengan luasan 200 hektare. Adapun dana yang dialokasikan untuk membangun dua terminal tersebut mencapai Rp 8 triliun. Jika NPCT II dan III terbangun, kapasitas Tanjung Priok akan bertambah 3 juta TEUs, dengan masing-masing kapasitas 1,5 juta TEUs. Sehingga total kapasitas NPCT I, II, dan III akan menjadi 4,5 juta TEUs.
Kedalaman NPCT nantinya akan dikeruk secara bertahap hingga 20 meter lowest water spring. Terminal baru ini diproyeksikan dapat melayani kapal peti kemas kapasitas 14.000-15.000 TEUs dengan bobot di atas 150 ribu DWT.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.