PWJ: Polisi Harus Tangkap Penganiaya Wartawan Peliput Aksi 112
PWJ) mendesak aparat Kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus intimidasi dan pemukulan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mendesak aparat Kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus intimidasi dan pemukulan terhadap jurnalis Metro TV dan Global TV saat meliput aksi damai 112 di Mesjid Istiqlal pada 11 Februari 2017.
Sebab, kasus kekerasan yang dialami jurnalis dalam meliput aksi damai tidak hanya terjadi kali ini saja.
Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta (PWJ) Tri Wibowo Santoso mengungkap, tindakan vandalis yang diduga dilakukan peserta aksi 112 ini bukan yang pertama kali.
Sebelumnya pada bulan November 2016 atau dikenal dengan aksi 411 dan bulan Desember 2016 yang akrab disebut aksi 212, para rekan jurnalis juga mengalami intimidasi dari massa aksi.
"Kalau polisi tidak melakukan penindakan hukum terhadap pelaku secara cepat dan tegas, maka sudah dipastikan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis di lapangan akan selalu terjadi," tegas pria yang karib disapa Bowo ini dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (11/02/2017).
Bahkan, lanjut Bowo, Indonesia sebagai negara hukum memiliki regulasi yang kuat untuk melindungi jurnalis.
Upaya menghalangi dan mengintimidasi seorang jurnalis, bisa dikenakan sanksi pidana pidana penjara dan denda terhadap orang yang menghalangi petugas pers dalam menjalankan tugasnya.
"Pers dalam melaksanakan tugas mulianya dilindungi UU Pers No.40/1999 (pasal 4). Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi petugas pers dalam melaksanakan tugasnya dapat dipidana penjara selama 2 (dua) tahun atau denda hingga lima ratus juta rupiah (pasal 18, UU Pers 40/1999)," papar Bowo.
Oleh karena itu, pihak kepolisian harus segera menindak dan menghukum pelaku secara maksimal, agar setiap orang tidak dengan seenaknya mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melaksanakan tugas dan profesinya di lapangan.
"Dan perlu diingat bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki tanggung jawa penuh menjaga demorasi secara sehat. Kalau ada pihak yang masih mengintimidasi kerja pers di lapangan berarti anti demokrasi," pungkas Bowo.