Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Bisa Dituduh Langgar UU Jika Tidak Berhentikan Ahok

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dituduh melanggar ndang-undang (UU) karena tidak memberhentikan sementara Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Presiden Bisa Dituduh Langgar UU Jika Tidak Berhentikan Ahok
Rahmad Hidayat/Tribunnews.com
Irmanputra Sidin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wajar saja kalau kekuatan politik di DPR menggulirkan hak angket terkait Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang tidak dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta meski berstatus terdakwa.

Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dituduh melanggar ndang-undang (UU) karena tidak memberhentikan sementara Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Presiden memang bisa dituduh melanggar UU. Karena UU sudah tegas bahwa kepala daerah yang bisa diancam dengan ancaman pidana dengan batas bawah ancaman 5 tahun sebagai terdakwa harus diberhentikan sementara," ujar Irmanputra Sidin.

Irmanputra Sidin mengaku sudah sejak lama mengingatkan agar Presiden memberhentikan sementara Ahok sebagai Gubernur ketika sudah berstatus tersangka.

Karena jika tidak diberhentikan, kata dia, Presiden Jokowi bisa dituduh melakukan pelanggaran Undang-undang.

"Oleh karenanya tidak diberhentikan sementaranya yang bersangkutan sebagai Gubernur, wajar saja kalau kekuatan politik di DPR mempertanyakan ke presiden," tegasnya.

Sementara Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai wacana penggunaan hak angket DPR terkait dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang berstatus Calon Gubernur DKI Petahana beraroma politik.

Berita Rekomendasi

"Selain itu yang mengajukan hak angket di DPR juga sama-sama punya keterkaitan dengan proses pilkada DKI karena fraksi-fraksi yang berencana mengajukan Hak Angket yakni Demokrat dan PKS," kata Peneliti Formappi, Lucius Karus.

Ia mengingatkan DPR memiliki hak konstitusional untuk menggunakan Hak Angket. Namun, posisi politik kedua fraksi tersebut harus menjadi catatan kritis agar mereka tidak memolitisasi kewenangan mereka demi keuntungan politis partai atau calon tertentu di Pilkada DKI.

"Saya kira ketika DPR selalu nampak penuh semangat mau menggunakan Hak Angket mereka, pada saat yang sama mereka sedang mempunyai kepentingan politik tertentu," kata Lucius.

Lucius menuturkan kepentingan politik tidak serta merta selaras dengan kepentingan publik yang menjadi alasan utama bagi DPR dalam menggunakan Hak Angket yang merupakan kewenangan mereka.

Dalam kasus pemberhentian Ahok, kata Lucius, wacana penggunaan Hak Angket yang diajukan PKS nampak sangat politis jika melihat waktu pemunculan wacana itu.

Juga sangat kelihatan bagaimana tafsir terhadap landasan hukum yang dipakai oleh pemerintah untuk mengaktifkan kembali gubernur Ahok, yang oleh PKS dianggap pasti salah.

"Dengan demikian begitu jelas misi penggunaan hak Angket yang diajukan oleh PKS. Misi politik lebih menonjol ketimbang sebagai bagian dari keprihatinan DPR terhadap kebijakan publik yang menjadi alasan bagi penggunaan hak Angket DPR," kata Lucius.

Ia mengingatkan krisis kepercayaan terhadap kewenangan DPR muncul jika memanfaatkan kewenangan hak konstitusional. Padahal, kata Lucius, ada banyak isu terkait kepentingan publik yang nyata-nyata terjadi tapi DPR bungkam.

"Oleh karena itu lebih bijak bagi DPR untuk menahan diri selama masa Pilkada ini dengan mempercayakan penegakan hukum pada penegak hukum saja. Dan terkait jabatan gubernur DKI ini, DPR harus jujur dengan apa yang terjadi. Jangan justru menjadi bagian dari masalah dan menambah beban dengan wacana-wacana yang hanya bikin situasi tambah gaduh," ungkapnya. (fer/mal/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas