Kakak Angkat Ahok Ditolak Hakim Jadi Saksi
Alasannya, Andi pernah hadir dalam persidangan kasus itu saat agenda pemeriksaan saksi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak Andi Analta Amier, kakak angkat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menjadi saksi di persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
Alasannya, Andi pernah hadir dalam persidangan kasus itu saat agenda pemeriksaan saksi dari pihak jaksa penuntut umum (JPU).
Awalnya JPU, Ali Mukartono, meminta majelis hakim menolak Andi menjadi saksi dalam persidangan kasus itu yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Sealtan, Selasa (7/3/2017).
Ali berargumen, Andi pernah hadir dalam pemeriksaan saksi di persidangan Ahok.
Saat mendengar permintaan itu, penasihat hukum Ahok, mengatakan bahwa Andi tak berbicara dengan saksi lain dalam persidangan.
Penasihat hukum juga mengatakan JPU seharusnya meminta Andi keluar bila mengetahui dia ada di ruang persidangan.
Ketika mendengar pernyataan tersebut, Ali mengatakan dirinya tak tahu saksi Andi.
"Kami tak tahu beliau nama Analta Amier. Baru tahu sekarang," kata Ali.
Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto, mengatakan seharusnya, baik penasihat hukum maupun JPU menaati aturan dengan meminta saksi mereka keluar bila ada di dalam ruang persidangan.
Sebab, JPU dan penasihat hukumlah yang mengetahui saksi mereka masing-masing.
Budi lalu mengonfirmasi ke Andi Analta soal kedatangan dia dalam persidangan.
Andi mengakui bahwa dia sempat datang ke persidangan saat agenda pemeriksaan saksi.
Dengan mempertimbanhkan jawaban Analta, Budi memutuskan untuk menolak kesaksian Andi.
"Jadi menurut majelis karena sudah dengarkan saksi lain, saksi ini tidak bisa diperiksa," kata Budi.
Ia meminta penasihat hukum untuk mengajukan saksi lain.
Ahok didakwa telah melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.
JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.(Kahfi Dirga Cahya)