Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bawaslu DKI Dilaporkan ke DKPP Karena Hentikan Laporan Anies Baswedan

Pelapor khawatir ke depan akan menjadi dasar pegangan siapapun kandidat yang akan maju menjadi calon pimpinan daerah untuk menawarkan janji-janji.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Bawaslu DKI Dilaporkan ke DKPP Karena Hentikan Laporan Anies Baswedan
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Anies Baswedan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Jumat (7/4/2017), Abisay Bahagianto didampingi Tim Advokasi Jakarta Bersih (TAJI) melaporkan Komisioner Bawaslu DKI Jakarta ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia atas dikeluarkannya surat pemberitahuan tentang status laporan/temuan Bawaslu DKI.

Seperti diketahui, Bawaslu DKI mengeluarkan pemberitahuan status laporan sebagai berikut “Berdasarkan keterangan para pihak, pelapor, saksi, dan Tim Hukum dan Advokasi Pasangan calon nomor urut 3 yang telah memberikan keterangan dan klarifikasi maka, Bawaslu DKI Jakarta, memutuskan bahwa laporan dugaan politik uang calon gubernur nomor urut 3, Anis Rasyid Baswedan yang di laporkan dengan nomor register 065/LP/Pilkada-Prov-DKI/III/2017, bukan merupakan pelanggaran pemilihan karena tidak memenuhi syarat materil dan formil serta unsure pelanggaran pasal 73 ayat (2), (3) karena kegiatan tersebut merupakan deklarasi dukungan masyarakat terhadap Anies Baswedan, dan mengenai dukungan pendanaan program 1 s/d 3 milyar kepada setiap RW merupakan bagian dari penajaman Visi, Misi dan program pasangan calon nomor urut 3 yang telah di sampaikan kepada KPU Prpinsi DKI Jakarta”.

Dalam keterangan persnya siang tadi, TAJI berpendapat bahwa surat dari Bawaslu DKI tersebut justru mempertunjukan buruknya kinerja Bawaslu DKI Jakarta dalam merespon laporan masyarakat atas kampanye politik uang yang dilakukan Anies Rasyid Baswedan.

Berikut sikap resmi Abisay Bahagianto didampingi Tim Advokasi Jakarta Bersih (TAJI) :

1. Dengan dikeluarkannya surat dari Bawaslu DKI Jakarta, pelapor mengkhawatirkan kedepan akan menjadi dasar pegangan siapapun kandidat yang akan maju menjadi calon pimpinan daerah untuk menawarkan janji-janji uang kepada masyarakat.

2. Ironisnya Bawaslu DKI Jakarta tidak mempertimbangkan pernyataan Anies Baswedan yang menolak ide tersebut sebagaimana dimuat dalam berita detik.com tanggal 27 November 2016: “Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Yudhoyono menjanjikan Rp 1 miliar pada setiap RW. Pesaingnya dalam Pilgub mendatang, Anies Baswedan mengaku lebih fokus pada kegiatan konkret di masyarakat bukan sebatas membagikan uang.’

3. Bahwa Bawaslu DKI Jakarta tidak menyelidiki kampanye Anies Baswedan tidak mendidik masyarakat DKI Jakarta, dalam teori politik dan demokrasi, dikenal hubungan transaktional finansial (votebuying), dimana terjadi pertukaran suara pemilih dengan sesuatu (uang, barang atau jasa) yang ditawarkan oleh kandidat. Syarat pertukaran terletak pada kedua belah pihak sepakat dengan “harga” sehingga terjadi transaksi “politik uang”.

4. Sebagai bahan referensi hitungan Anggaran Daerah apabila 2.700 RW di DKI Jakarta masing-masing terima Rp 3 milyar maka dana APBD yang harus disiapkan adalah Rp 8,1 trilyun. Jumlah yang sangat fantastis dan tidak jelas pengelolaannya. Memakan 11,4 % dari APBD senilai Rp 70 trilyun. Anggaran ini sangat jauh dengan anggaran Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang sudah terbukti telah mencerahkan dan mencerdaskan masa depan generasi penerus DKI Jakarta, sebesar Rp 2,5 trilyun.

5. Bahwa keputusan yang di ambil Bawaslu DKI tersebut bertolak belakang dengan statemen yang pernah di sampaikan Bawaslu DKI pada Paslon 1 pada putaran pertama dimana kronologis serta pelanggaran yang dilakukan mempunyai kesamaan dan identik “Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan, program Rp 1 miliar per RW yang dicanangkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sebagai politik uang. Oleh karena itu, program tersebut dianggap sebagai salah satu pelanggaran kampanye. Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti menjelaskan, rencana program Rp 1 miliar per RW dikategorikan sebagai politik uang karena program tersebut tidak tercantum dalam visi dan misi yang dilaporkan Agus-Sylvi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. "Apa yang disampaikan Pak Agus saat itu tidak tercatat dalam visi misi," kata Mimah di Hotel Grand Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis www.tribunnews.com. 1 Desember 2016.”

6. Anggota Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri menyampaikan dalam wawancara Kompas.com, pihaknya telah memutuskan bahwa laporan dugaan politik uang oleh calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak terbukti. Putusan itu berdasarkan surat pemberitahuan status laporan Bawaslu DKI Jakarta per tanggal 15 Maret 2017. "Selama itu programnya dicantumkan ke dalam visi-misi, saya kira bukan termasuk politik uang, karena itu memang program yang dicanangkan dan juga biaya yang dikeluarkan nanti kan bukan biaya pribadi mereka, tetapi program pemerintah," kata Jufri kepada Kompas.com di kantornya, Menurut Jufri, dugaan politik uang tidak terbukti karena apa yang disampaikan Anies merupakan penajaman visi-misi dari apa yang sudah mereka cantumkan melalui penjelasan program ke KPUD DKI Jakarta. "Saya kira itu biasa-biasa saja, setiap paslon juga membuat program-programnya, tentu itu bisa disampaikan kepada masyarakat," kata Jufri. Pada media online www. megapolitan.kompas.com, pada tanggal 20 Maret 2017.

7. Keputusan dan Pernyataan Anggota Bawaslu DKI Jakarta secara sepihak, tanpa memeriksa keterangan langsung Paslon nomor 3 atas nama Anies Rasyid Bawsedan membuktikan tidak seriusnya tata cara penanganan laporan warga negara yang baik ke Bawaslu, dan karena ketidak profesoionalannya Bawaslu DKI jakarta dapat dikategorikan pelanggaran kode etik sebagaimana yang dimaksud didalam pasal 3 ayat 4 Jo Pasal 10 Jo Pasal 11 Jo Pasal 17 ayat 1 dan 2, Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Ppemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2012, Nomor 11 tahun 2012, Nomor 1 tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum,.

8. Keputusan Anggota Bawaslu DKI Jakarta tidak mempertimbangkan dampak negartif demokrasi kedepan, apalagi semangat Pemilihan Umum di Republik Indonesia harus menjunjung nilai-nilai Mandiri, Jujur, Adil, Kepastian Hukum, Tertib, Kepentingan Umum, Keterbukaan, Proporsionalitas, Profesionalitas, Akuntabilitas, Efesiensi dan Efektifita, sehingga perlu diberikan sangsi yang tegas yaitu Pemberhentian Anggota Bawaslu DKI Jakarta.

Atas nama Tim Advokasi Jakarta Bersih (TAJI) yakni M. Aidil Fitra, Surya Tjandra, Raden Catur Wibowo, Guntur Dalo, Yan Warinson, Samuel Parasian, Halomoan Sianturi, Solo Simanjuntak, Partahi Sidabutar, Dorma H. Sinaga, Eddie B. Siagian, Sonny W. Warsito, Hasudungan Napitupulu, Jaka Marhaen, Leo Badok, Paltiada Saragih, Boy Elkana Surbakti, C. Rudolf Hutapea, dan Jimmy A. Damanik.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas