Adhie Massardi Sesalkan Citra Negatif tentang Indonesia Setelah Ahok Kalah di Pilgub
Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri dan Kejaksaan Agung.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jurubicara Presiden era Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi menyesalkan citra seolah-olah bangsa Indonesia dikuasai fanatik agama setelah kekalahan Ahok di Pilgub DKI Jakarta.
Menurut Adhie, kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya terkait berbagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok.
Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri dan Kejaksaan Agung.
"Hampir semua kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan berasal dari hasil audit BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK menolaknya," katanya seperti yang diterima Tribunnews.
"Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya," lanjut Adhie.
Ada anggapan salah di 'benak' KPK terhadap Ahok. Ahok dianggap bersih hanya karena aparat penegak hukum tidak pernah menjeratnya.
"Ini anggapan salah. Padahal kan bersih dari korupsi itu karena tidak melakukan, bukan karena tidak ditangkap. Jadi, KPK punya andil besar merusak citra bangsa di dunia internasional," papar Adhie.
Hal yang sama dipertontonkan Polri. Kalau saja Polri betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam.
"Tapi yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi Ahok," katanya.
Adhie mengatakan, dirinya bersama sejumlah tokoh dan aktivis berupaya menetralisir isu keagamaan yang mungkin muncul di balik aksi-aksi umat Islam dengan turut terlibat di dalamnya.
Namun sayangnya, upaya ini malah dimentahkan oleh kepolisian dengan tuduhan makar. Nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan beberapa aktivis lainnya diciduk, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.