Hary Tanoe: Kalau Saya Pejabat Bisa Intervensi, Saya Siapa? Rakyat Biasa
Menurutnya, kasus tersebut telah dihentikan dan Mobile 8 juga memang sudah lama dijual oleh MNC Group.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - CEO MNC GROUP Hary Tanoesoedibjo (HT) mengaku dirinya bukan berstatus terperiksa dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak Mobile 8, melainkan sebagai saksi.
Ia menjelaskan bahwa dirinya dalam kasus tersebut hanya dipanggil sebagai saksi lantaran jabatan dirinya di perusahaan tersebut, yakni sebagai Komisaris.
"Bukan, saya bukan diperiksa, saya hanya pernah dipanggil satu kali sebagai saksi karena kebetulan saya Komisaris (Mobile 8), Komisaris Utama juga bukan, saya Komisaris," ujar Hary Tanoe, saat ditemui usai diperiksa di Dit Tipidsiber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017).
Menurutnya, kasus tersebut telah dihentikan dan Mobile 8 juga memang sudah lama dijual oleh MNC Group.
"Kejadiannya kan sudah lama, dan Mobile-8 sudah dijual lama sekali dari MNC Group," kata Hary Tanoe.
Ketua Umum Partai Perindo itu pun mengatakan dirinya tidak mengetahui perihal kasus tersebut.
"Jadi saya (hanya dipanggil) sebagai saksi dan banyak hal (dalam kasus tersebut) yang saya tidak tahu," kata Hary Tanoe.
HT juga menegaskan bahwa pesan singkat yang ia kirimkan kepada Jaksa Yulianto pada awal Januari 2016 silam, bukan merupakan intervensi terhadap kasus Mobile 8.
Ia menilai dirinya tidak memiliki kapasitas untuk melakukan intervensi terkait kasus yang bergulir pada 2015 lalu.
Kalau dikatakan (SMS itu bentuk) intervensi, nggak juga, saya tidak punya kapasitas untuk intervensi (penegak hukum)," ujar Hary Tanoe.
Lebih lanjut pengusaha itu pun menyebutkan alasan dirinya tidak bisa melakukan intervensi terhadap kasus itu.
Hal tersebut, kata HT, lantaran dirinya bukan merupakan seorang pejabat ataupun orang yang memiliki kekuasaan.
"Kalau saya pejabat, saya punya kekuasaan, abuse of power, itu bisa dikatakan intervensi, saya siapa? Rakyat biasa," kata Hary Tanoe.
Sebelumnya, kasus tersebut bermula saat Jaksa Yulianto yang tengah menangani kasus dugaan korupsi restitusi pajak Mobile 8 di Kejaksaan Agung, melakukan pengaduan ke Bareskrim Polri.
Berdasarkan laporan, sms 'kaleng' itu dikirim sebanyal tiga kali, yakni pada 5,7, dan 9 Januari 2016.
Selain pesan singkat sms, Yulianto juga mengaku mendapatkan pesan melalui aplikasi whatsapp.