Dipaksa Mengaku, Begini Getirnya Korban Salah Tangkap Agus Herjanto
Aksi pembegalan yang dituduhkan pada Agus tidak bisa dibuktikan karena Agus memang tidak berada di lokasi kejadian. Dia bermain futsal.
TRIBUNNEWS.COM - Kasus salah tangkap oleh polisi, selalu berulang. Kali ini korbannya Agus Herjanto, ia disangka terlibat kejahatan begal di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Pusat, tahun lalu.
Padahal kalau merujuk pada alibi Agus di saat kejadian nahas itu, ia tengah bermain futsal. Itu pun dikuatkan sang teman.
Belakangan malah terungkap bahwa nama Agus terseret oleh orang yang tak dikenalnya sama sekali.
Tapi, majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, tak peduli. Vonis 10 tahun tetap dijatuhkan April lalu.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
“Waktu saya mau keluar sama dia (polisi) langsung teriak; “Saya tim buser,” sambil menodongkan senjata. Sedangkan dua rekannya menanyakan Agus, “Mana Agus?” Lalu saya jawab Agus masih tidur. Kemudian saya bangunkan Agus. Begitu dibangunkan, tangan Agus langsung diborgol. Lalu salah satu aparat kepolisian itu menunjukkan rekaman CCTV kepada kami. Agus ada bacok-bacokin, kata polisi itu. Padahal anak saya tidak tahu apa-apa,” Aslih orangtua Agus.
Aslih, menceritakan ulang bagaimana anaknya Agus Herjanto dicokok polisi pada 26 September 2016.
Agus dituduh terlibat kejahatan begal di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada 25 September 2016. Kejadian itu menurut versi polisi berlangsung setengah 12 malam.
Tapi pemuda yang sehari-hari menjadi tukang parkir ini, menolak mengakui.
Ketika KBR menemuinya di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, ia terlihat kuyu. Badannya kurus. Sesekali, dia membenahi bagian pinggang celananya, yang tampak longgar.
Kata dia, nafsu makannya menurun drastis akibat penganiayaan yang didera selama diperiksa polisi.
Dia lantas, membeberkan kronologi di hari sial itu, ketika dirinya diboyong dari rumah dengan menggunakan mobil polisi. Di dalam mobil, ia langsung digebuk oleh lima aparat.
Penganiayaan berlanjut di kantor polisi. Kepalanya dipukul dengan alat semacam tongkat. Tangan dan kakinya pun diinjak dengan kaki meja dan kursi.
Tak perlu waktu lama untuk menetapkannya sebagai tersangka. Meski sedari awal, Agus menolak tuduhan itu.
Namun penganiayaan oleh polisi, membuatnya menyerah dan mengiyakan semuanya. Dan persis di tanggal 26 September malam, Agus dijebloskan ke sel dan menyandang status tersangka.
Dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), pria berusia 33 tahun ini mengatakan, disusun berdasarkan intimidasi penyidik.
Demi menguatkan sangkaan polisi, penyidik menunjukkan padanya rekaman CCTV di lokasi kejadian, di sebuah minimarket kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Dari rekaman CCTV tersebut, Agus dipaksa mengaku sebagai pelaku. Padahal, kalau melihat seksama pria yang disangka dirinya itu, jauh lebih pendek dan bertubuh gemuk. Sementara ia, berpostur 170-an sentimeter dan berat 65 kilogram.
Kejahatan begal yang disangka polisi terjadi 25 September 2016 dan dengan perencanaan. Tapi, pengacara Agus dari LBH Jakarta, Bunga Siagian, hakul yakin kliennya tak terlibat.
Malah dalam persidangan, pihaknya bisa membuktikan Agus sedang bekerja kemudian bermain futsal bersama teman-temannya.
Namun alibi itu, sama sekali tak dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
“Aksi pembegalan yang dilakukan Agus tidak bisa dibuktikan karena Agus memang tidak berada di lokasi kejadian. Dia berada di tempat lain. Waktu itu dia bermain futsal. Di tanggal yang sama 25 September 2016, malam hingga subuh. Teman-temannya pun sudah bersaksi di pengadilan,” ungkap Bunga.
Pembelaan LBH Jakarta, turut dikuatkan Aji Purnomo, saksi yang dihadirkan kuasa hukum.
Berdasarkan BAP penyidik, kejadian begal itu terjadi pukul 23;30 WIB. Sementara dari pengakuan saksi Aji, ia bersama Agus bermain futsal sampai lewat tengah malam.
“Main futsal itu selesai jam 12:30 dinihari. Nah kejadian itu tuh jam 12 kurang. Jam 11:20 dia udah kelar main, cuma dia nongkrong-nongkrong dulu. Minum dulu, istirahat dulu,” ujar Aji.
Aji pun tak percaya Agus terlibat komplotan begal. Sebab perangai kawannya itu, jauh dari beringas. Agus justru dikenal penakut.
“Semua teman-teman tidak ada yang percaya. Dia sudah dikenal tidak ada tindakan kriminal. Jangankan untuk tawuran, berantem sama orang lain saja dia tidak pernah,” kata Aji.
Aslih, ayah Agus tetap percaya anaknya tak bersalah. Kalaupun kini ia dibui, itu karena paksaan polisi. Sebab tiga hari setelah ditangkap, dirinya menjenguk Agus. Dan, kondisinya menyedihkan.
“Saya pegang bagian kepalanya, benjol-benjol. Sedangkan kaos yang dipakainya juga ada percikan noda darah. Padahal saat ditangkap, ia memakai kaos yang sama dan tidak ada noda darah. Saat saya datang itu juga polisi terus mengintimidasi Agus. Kamu sudah ngaku kan kemarin kamu pelakunya?,” ungkap Aslih.
Selain dianiaya polisi. Di penjara, Agus juga dipukuli oleh tiga temannya, yang juga dikenai tuduhan serupa. Padahal, ia juga tidak tahu bagaimana bisa dirinya, dan juga temannya itu, dituduh sebagai pelaku begal.
Penganiayaan yang dialami Agus tak hanya menyebabkan luka lebam di sekujur tubuh. Agus mengaku, mengalami gangguan pendengaran. Ia beberapa kali meminta KBR mengulangi pertanyaan yang kurang didengarnya dengan jelas.
Keluhan mengenai gangguan pendengaran ini juga dituturkan kepada ibunya, Sunarti.
“Dia cerita kalau dia dipukuli, di hampir seluruh bagian tubuhnya. Terutama daerah wajah. Tangannya juga digencet hingga biru dan bengkak. Bagian kepala belakang dipukul juga. Itu yang menyebabkan ia jadi kurang mendengar. Tapi polisi tidak mengakui telah menyiksa. Menurut dia, Agus melawan petugas. Bagaimana mau melawan, tangannya saja diborgol,” ungkap Sunarti.
Dalam persidangan pertengahan bulan lalu, terkuak bahwa Agus ditangkap berdasarkan keterangan lisan dari Ahmad Sulistio. Ahmad Sulistio merupakan seorang anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Pidana pencurian dengan kekerasan itu kemudian dituduhkan pada Agus. Fakta persidangan juga membuktikan Agus sama sekali tidak mengenal Ahmad Sulistio, begitupun sebaliknya.
Diketahui kemudian Ahmad Sulistio tidak didampingi orangtua maupun penasihat hukum selama proses penyidikan.
“Dalam persidangan jelas sekali Agus merupakan korban salah tangkap. Pelakunya bukan Agus. Tapi ia ditangkap atas fitnah seorang yang bernama Ahmad Sulistio. Dia yang menyatakan Agus terlibat dalam perkara ini. Sementara anak ini ketika dihadirkan ke persidangan, pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Bunga.
Hakim telah menjatuhkan vonis selama 10 tahun penjara kepada Agus Herjanto atas tuduhan pidana yang tidak dilakukannya pada April lalu.
Bunga Siagian, selaku kuasa hukum Agus takkan tinggal diam. Ia akan mengajukan upaya banding atas vonis tersebut.
Penulis: Bambang Hari/Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)