Pengurus Musala: Dipukuli Massa, MA Sempat Bersimpuh di Hadapan Saya Minta Maaf
Rojali merupakan satu-satunya orang yang melihat betul kejadian saat MA masuk dan keluar dari musala tanpa mengucap sapa sama sekali.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Air bekas wudhu masih terlihat di wajah Rojali, dua titik berwarna hitam, jelas terlihat di keningnya.
Janggut yang memanjang juga terlihat masih basah. Kedua bola matanya merah dengan garis tipis di kedua ujung mata.
"Tidak bisa tidur nyenyak," katanya usai menjalani salat Dhuhur di Musala Al Hidayah, Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Sabtu (5/8/2017).
Rojali merupakan satu-satunya orang yang melihat betul kejadian saat MA masuk dan keluar dari musala tanpa mengucap sapa sama sekali, meski berpapasan sangat dekat.
Tidak ada juga senyum dari MA kepada Rojali yang saat itu sedang membersihkan halaman musala.
Saat Tribun mencoba untuk meminta kronologi kejadian, senyum terkembang dari wajah Rojali. Seraya berdiri dari tempat salatnya, Rojali mengajak.
"Mari saya ceritakan supaya jelas semuanya," ajaknya keluar dari musala.
Dia mulai menuturkan saat awal pertemuannya dengan MA di depan musala yang didominasi warna biru cerah itu.
MA sama sekali tidak mengucap salam atau senyum kepada pria berusia 40 tahun itu. Padahal dia berada persis di halaman musala.
MA kemudian mulai mencari tempat wudhu untuk menunaikan salat Ashar. Sementara Rojali mengambil selang air untuk diisi di dalam sebuah ember besar tidak jauh dari halaman musala.
Pasalnya, pada hari itu, akan ada acara haul organisasi setempat yang akan diadakan di musala itu.
"Itu di depan banyak debunya, jadi saya mau bersihkan halaman. Soalnya malam mau dipakai acara. Jadi saat saya isi ember, MA itu ambil wudhu di keran kedua itu," dia menunjuk tempat wudhu yang berada di sisi kanan musala.
Beberapa saat kemudian, dia kembali berpapasan dengan MA yang hendak keluar dari musala. Dan sekali lagi, tidak ada senyum dan sapa kepada Rojali yang hendak kembali ke musala dari warung pulsa yang berjarak 10 meter.
"Pas keluar ya biasa saja, saya tidak memerhatikan betul dia. Hanya lewat saja, sudah," tuturnya.
Zainudin, kerabat Rojali tidak lama datang untuk mengecek kesiapan sound system musala yang akan digunakan untuk acara malam itu.
Di situ, Rojali baru sadar ketika satu amplifiernya yang digunakan untuk adzan Ashar sudah lenyap.
"Saya bilang ke mamang saya ada kok tadi. Saya adzan Ashar kan pakai itu. Saya cek ke dalam, saya baru ingat si MA itu karena hanya dia sendirian yang masuk ke sini terakhir. Saat salat Ashar pun saya hanya berdua sama anak saya," jelas pegawai perusahaan minyak sawit di Pondok Ungu itu.
Bersujud Minta Maaf
MA dicari oleh sejumlah orang dari Desa Hurip Jaya usai Rojali menceritakan kehilangan amplifier kepada para tetangga sekitar dan anak-anak muda yang ada di sekitar rumahnya.
Mereka semua, kata Rojali, berpencar untuk mencari orang yang membawa sepeda motor berwarna merah dan amplifier di depan joknya.
"Ampli-nya lumayan besar. Jadi saya pikir akan ditaruh di antara jok motor dan setang. Saya mintakan bantuan untuk menemui sepeda motor bebek warna merah," kata dia.
Dalam perjalanan mengendarai sepeda motor, Rojali sempat berdoa di dalam hati agar sepeda motor pencuri amplifier musala mengalami bocor ban.
Namun, pencariannya selama 30 menit tidak membuahkan hasil. Lantas, ia memutuskan kembali ke musala.
Tiba-tiba, di tengah perjalanan kembali ke musala, Rojali melihat sepeda motor dan pengendara dengan ciri-ciri seperti yang ditemuinya di musala.
Lantas, ia memutar balik sepeda motornya dan tancap gas mengejar sepeda motor diduga pelaku pencuri amplifier musala tersebut.
Begitu mendekat, Rojali memepet sepeda motor merah tersebut seraya berteriak, "Hai, itu amplifier saya."
Bukannya berhenti, pengendara sepeda motor bebek warna merah itu justru berusaha melarikan diri dengan memacu kendaraannya.
Sejumlah warga dengan sepeda motornya di tepi jalan melihat kejadian itu. Lantas, mereka ikut bergabung melakukan pengejaran.
Kejar-kejaran dari sejumlah warga terhadap sepeda motor yang dikendarai MA tak terelekkan.
Pengejaran terjadi hingga 500 meter sebelum akhirnya MA menghentikan laju sepeda motornya di tepi kali.
Saat pengejaran itu, Rojali mengaku sama sekali tidak pernah berteriak 'maling' kepada MA.
Teriakan maling justru terjadi saat sejumlah warga yang didominasi anak muda sudah berkumpul di tepi kali tempat MA menyeburkan diri.
"Saya saat itu juga ikut mengejar. Tapi Demi Allah, Demi Rasulullah, saya tidak meneriaki dia. Justru saya meminta agar dia dilepaskan dan amplifier musala bisa kembali," kata dia dengan suara tegas.
Bogem mentah tidak dapat dihindari, saat itu MA ke luar dari kali dan tersungkur di jalanan.
Rojali masuk ke dalam kerumunan dan meminta tokoh masyarakat setempat menenangkan massa.
Beberapa pukulan juga sempat melayang ke arah belakang Rojali dan tokoh agama yang berada untuk melindungi MA untuk mempersiapkan acara haul di musala dekat rumahnya.
"MA sempat bangun dan bersujud minta maaf di hadapan saya. Dia bilang minta maaf berulang kali," suara Rojali mulai lirih.
Sesaat keadaan mulai tenang ketika tokoh masyarakat hadir dan akan membawa MA ke Balai Desa setempat untuk dilindungi.
Rojali mempercayai langkah selanjutnya kepada tokoh setempat untuk penanganan selanjutnya dan kembali ke motornya untuk mengambil satu amplifier yang dibawa oleh MA.
"Saya baru tahu malamnya kalau dia dibakar. Demi Allah, itu biadab sekali. Tak pernah saya berpikir kalau akan berakhir seperti itu. Allah membalas perbuatan itu," ucapnya seraya jari telunjuknya menghadap ke atas. (rio)