Warga Parangkusumo Gugat Sri Sultan HB X dan Bupati Bantul
warga menggugat Bupati Bantul Suharsono, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Penggusuran yang dilakukan Pemerintah Daerah DI Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Bantul di sekitar Gumuk Pasir, Pantai Parangkusumo, pada akhir 2016 berbuntut panjang.
Hari ini, Senin (4/9/2017), warga menggugat Bupati Bantul Suharsono, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, serta Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat ke PN Bantul.
Kepala Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya LBH Yogyakarta Epri Wahyudi menyampaikan, dalam gugatan ini, terdapat 13 nama yang dicantumkan, dari puluhan warga yang terdampak penggusuran.
Dasar gugatan adalah pertama, Pemkab Bantul belum memiliki Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kedua adalah bupati menggusur bangunan di Gumuk Pasir Parangtritis berdasarkan surat Panitikismo padahal Panitikismo hanya lembaga di Keraton Ngayogyakarta.
Ketiga, dasar dari penggusuran itu salah satunya adalah status lahan yang diklaim Sultan Ground. Pihaknya menuntut relokasi beserta bangunan rumah yang layak, ganti rugi yang layak, dan juga lahan relokasi itu harus diatasnamakan warga.
"Kami menuntut adanya ganti rugi materiil maupun immateriil serta tempat relokasi yang layak," kata Epri, Senin (4/8/2017).
Sejak digusur pada Desember 2016, lahan relokasi yang dijanjikan Pemkab Bantul tak layak ditempati saat musim hujan. Tuntutan kerugian warga yakni sebesar Rp 700 juta.
Kerugian materi meliputi rumah, kandang dan berbagai barang milik warga, sedangkan yang imateriil adalah penghasilan warga sebagai pedagang dan peternak sekitar Rp 50.000 - Rp 100.000 per hari sudah hilang sejak 260 hari usai penggusuran.
"Lahan di gumuk pasir belum ada bukti dan belum ada aturan hukum tata ruangnya. Bupati sempat janji untuk memberi ganti rugi masyarakat, tapi realisasinya konkret tak ada," ujarnya.
Hal ini diperkuat dengan kedatangan Komnas HAM pada 29 Agustus 2017 lalu yang menyatakan Pemkab Bantul tidak serius memberikan ganti rugi kepada warga.
Ngajiono, seorang warga tergusur di Parangkusumo yang ikut menggugat, mengatakan, dirinya sudah sekitar enam tahun menempati lokasi yang digusur tahun lalu. Setelah penggusuran itu, dia mengontrak dan harus mengeluarkan biaya Rp 2 juta per tahun.
Dia mengakui, memang pemerintah sudah menyediakan lahan relokasi, tetapi lahan tersebut jauh dari kata layak sehingga sampai saat ini belum ada warga yang bersedia menempati lahan relokasi tersebut.
"Lahan relokasi kurang layak," ungkapnya.
Penggusuran sesuai aturan