Tangis Histeris Ibunda Debora Pecah Ketika Bayinya Kritis karena Tak Mampu Bayar Ruang Perawatan
Henny Silalahi dan suaminya, Rudianto Simanjorang dirundung duka mendalam.Debora, bayi mereka tak bisa selamat karena tak ada uang.
Editor: Anita K Wardhani
Namun kondisi Debora semakin melemah.
Pertolongan pertama
Dokter jaga saat itu, Irene Arthadinanty Indrajaya, langsung melakukan pertolongan pertama dengan melakukan penyedotan (suction).
Debora dipasangi berbagai macam alat monitor, infus, uap, dan diberikan obat-obatan. Saat itu, pukul 03.30, Debora sudah bernapas dan menangis kencang.
"Saya pikir sembuh nih, terus saya dipanggil dokter Irene, dia bilang ini harus masuk ruang PICU (pediatric intensive care unit) karena sudah empat bulan usianya, tetapi dia bilang di sini enggak terima BPJS," kata Henny.
Rudianto dan Henny pun langsung mengurus administrasi agar anak mereka dirawat di ruang PICU. Rudianto bercerita, ia menghadap bagian administrasi dan disodori semacam daftar harga. Uang muka untuk pelayanan itu Rp 19.800.000.
"Saya bilang saya enggak bawa duit sama sekali, cuma bawa kunci sama duit di kantong celana untuk tidur, tetapi mereka bilang harus bayar DP (uang muka)," kata Rudianto.
Ia pun tancap gas ke rumah untuk mengambil dompet. Rudianto kemudian langsung menarik semua uang di ATM yang dimilikinya dan mencairkan sekitar Rp 5 juta.
Surat rujukan
Dokter, perawat, dan petugas administrasi tetap menolak serta meminta uang dilunasi dulu sebesar Rp 11 juta.
Henny mengatakan, dokter saat itu sempat menyebut tarif perawatan di ruang PICU semalam mencapai Rp 20 juta.
Baca: Sebelum Bayi Debora Meninggal, Ibunya Kesulitan Cari Rumah Sakit yang Terima Pasien BPJS
Sekitar pukul 09.00, Henny dihubungi temannya yang mengabarkan ada ketersediaan ruang PICU di RS Koja.
Kondisi kritis