Pelajar SMA di Bogor Tewas Akibat Tradisi 'Bom-boman' Duel hingga Sekarat, Jadi Ajang Tontonan
Tradisi yang digelar pelajar dua sekolah ternama di Kota Bogor ini membuat seorang remaja tewas.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Mohamad Afkar Sarvika
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Tradisi yang digelar pelajar dua sekolah ternama di Kota Bogor ini membuat seorang remaja tewas.
Pelajar SMA Budi Mulya, Hilarius Christian Event Raharjo didesak rekan-rekannya untuk mengikuti tradisi 'Bom-Boman' di lapangan basket SMA Negeri 7 Kota Bogor.
Menurut ibunya, Maria Agnes, tradisi 'Bom-Boman' merupakan kegiatan dua pelajar berkelahi satu lawan satu sambil ditonton puluhan pelajar lain.
"Biasanya disebut bom-boman, atau seperti gladiator yang ditonton banyak orang, tradisi itu sudah ada sekira tahun 2.000-an," katanya kepada TribunnewsBogor.com, Jumat, (15/9/2017) di kediamannya di Gang Andon, RT 6/ 4, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Ia pun mengaku tak menyangka, putra pertamanya itu menjadi korban tradisi bom-boman di sekolahnya.
Baca: Pelajar Diadu Sampai Tewas di Kota Bogor, Mirip Gladiator dan Jadi Tontonan
Apalagi ketika dirinya mengetahui bahwa putranya dipaksa oleh teman-temannya untuk andil alih dalam tradisi bom-boman itu.
"Bahkan Ketua OSIS pun ikut meminta Hila berkelahi, jadi seolah perkelahian itu menjadi sebuah hiburan semata," katanya.
Tak ayal, dirinya pun ingin semua pelajar yang terlibat dalam tradisi tersebut mendapatkan hukuman dari pihak yang berwajib.
"Sebenarnya kejadiannya akhir Januari 2016, ketika itu saya menolak diautopsi sehingga kasus ini terkesan sudah selesai, walau beberapa pelaku sudah dikeluarkan dari sekolah saya ingin semua yang terlibat juga dihukum," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa, bukan tanpa sebab dirinya menceritakan semua kisah mengenai kematian Hila hingga memohon bantuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Facebook.
Melalui postingan tersebut, dirinya berharap orang nomor satu di Indonesia itu bisa membantu menyelesaikan kasus pembunuhan yang menimpa putranya itu.
"Jadi kan katanya kalau tidak autopsi tidak bisa diberikan hukuman, saya orang awam, makanya saya minta kepada Pak Jokowi untuk memutuskan, karena surat pengakuan dari pelaku dan saksi itu sudah banyak, kenapa harus dilakukan autopsi, anak saya sudah cukup menderita," pungkasnya.