Cerita Tentang Pedagang Kopi Keliling yang Masih Tak Percaya Anaknya Diundang oleh WHO ke Kanada
Ia bukan tak percaya kepada kemampuan dan keberuntungan anaknya, tetapi Purwati lebih sering bertemu dengan kemalangan dalam hidupnya.
Editor: Hasanudin Aco
Purwati sendiri di Jakarta sempat menikah lagi dan punya anak yang kemudian beri nama Subehi.
Sayangnya, ayah Subehi tak jelas rimbanya dan tidak bertanggung jawab.
Purwati kembali seorang diri membesarkan Subehi.
Ia berjualan kopi keliling, sempat ditipu, jadi korban pencurian, dan tak punya tempat tinggal.
"Sempat saya ditolong Pak Lurah. Terus saya kabur-kaburan. Kerja di Jogja enggak cocok, akhirnya balik lagi ke Senen," ujarnya.
Beberapa bulan lalu rumah gubuk Purwati di Jalan Dahlia digusur.
Ia kini tinggal di pinggir got pertigaan Jalan Gandastuli, dengan meja besi beralaskan kardus sebagai kasur.
Purwati menunjukkan lebam dan lecet di kakinya.
Ia menjadi korban kecelakaan pesawat terbang dan tsunami dalam mimpinya.
Kenyataannya, ia jatuh tercemplung di got saat sedang tidur dua hari lalu.
Pinggir got itu merupakan bagian dari tanah rumah yang ada di sampingnya.
Purwati dibolehkan untuk menaruh barangnya di sepetak tanah itu, asalkan siap angkat kaki ketika bangunan itu akan diperluas sebagai indekos.
"Sekarang musim hujan, kalau hujan saya tidurnya di teras atau di musala," kata Purwati.
Sembari berbahagia untuk nasib baik ketiga anaknya yang berprestasi, Purwati terus berjuang di Ibu Kota.
Ia ingin bekerja apapun agar bisa menyekolahkan Subehi seperti kakak-kakaknya.
Subehi saat ini mengenyam pendidikan di panti asuhan.
"Saya punya mimpi, punya gerobak kecil gitu di lahan kosong, supaya Subehi bisa tidur ada atapnya dan saya bisa berjualan," kata Purwati.
(Nibras Nada Nailufar)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Purwati, Pedagang Kopi Keliling yang Anaknya Berangkat ke Kanada”.