Sulit Cari Makam, Anggota Kepercayaan Dikubur di Pekarangan Rumah
Diskriminasi pemakaman dialami aliran kepercayaan Sapta Darma di Kabupaten Brebes.Mereka pun meminta Pemerintah Kabupaten Brebes menyediakan tempat pe
TRIBUNNEWS.COM, BREBES - Diskriminasi pemakaman dialami aliran kepercayaan Sapta Darma di Kabupaten Brebes.
Mereka pun meminta Pemerintah Kabupaten Brebes menyediakan tempat pemakaman umum (TPU) untuk aliran kepercayaan dan penghayat tersebut.
Seorang tokoh warga penghayat Sapta Darma, Harjo, mengatakan sering menerima perlakuan diskriminatif dari warga, terutama saat hendak memakamkan warga penganut aliran.
Baca: Kehabisan Uang Usai Pesta Minuman Keras, Dua Pemuda Curi Kambing
"Selalu ada penolakan dari warga lain saat anggota kami ada yang meninggal dan hendak dikebumikan di tempat pemakaman umum," kata Harjo, Jumat (6/10/2017).
Ia menceritakan beberapa tahun terakhir ini, jasad warga penganut aliran ditolak warga.
Misalnya, saat jenazah Daodah (55 tahun), warga Desa Siandong, RT 001 RW 004 Kecamatan Larangan, Brebes, yang hendak dimakamkan di TPU desa setempat.
Jasadnya ditolak warga sekitar.
Akhirnya, almarhum dikebumikan di pekarangan rumah pribadi.
Sebelum dikebumikan, jenazah sempat telantar selama 12 jam.
Selain itu, ada juga warga penganut aliran Sapta Darma yang sudah dimakamkan harus dibongkar dan dipindahkan karena ada penolakan dari masyarakat.
Baca: Pusat Penitipan Aset Daerah DKI Dinilai seperti Tempat Barang Rongsok
"Persoalan TPU sangat penting bagi kami. Harapannya, Pemkab Brebes tidak mengabaikan persoalan yang hingga saat ini belum terpecahkan," tegasnya.
Baginya, penyediaan lahan makam khusus penghayaat merupakan solusi atas berbagai persoalan yang ada.
Ia ingin hak warganya ketika meninggal dipenuhi oleh pemerintah.
Hal ini juga yang menjadi pemicu konflik horizontal terkait aliran kepercayaan dan penghayat yang hendak memakamkan warganya.
Sementara, Budayawan Pantura, Wijanarto, mengungkapkan, pihaknya sudah beraudiensi dengan Asisten 1 Setda Brebes tentang penyediaan tempat pemakaman umum untuk warga penghayat.
"Namun, hingga kini belum ada realisasi nyata ke arah pengadaan tempat pemakaman umum," tuturnya.
Pria yang juga Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Brebes itu mengatakan seharusnya masyarakat mengedepankan inklusi sosial.
Inklusi sosial, kata dia, dapat menciptaan masyarakat yang terbuka dan menerima perbedaan yang ada.
Ia mengkritik perubahan organisasi perangkat daerah yang sering terjadi pada pemerintahan.
Sehingga berdampak pada tugas yang menangani pemakaman, termasuk pengadaan pemakaman untuk warga penganut kepercayaan.
"TPU sangat penting bagi warga negara. Untuk itu, negara harus hadir untuk mengatasi masalah ini. Yang terjadi hingga saat ini, warga Brebes beraliran kepercayaan sulit memakamkan kerabatnya," ujarnya.(*)