Asosiasi Tegaskan Tidak Ada LED-nisasi Media Reklame di Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta meninjau kembali Peraturan Gubernur Nomor 148 Tahun 2017
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Wartakota, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta meninjau kembali Peraturan Gubernur Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame.
Sebab, dalam peraturan itu pemerintah DKI Jakarta memberlakukan LED-nisasi media reklame di ibu kota.
Sehingga, secara tidak langsung mematikan usaha pembuatan reklame konvensional atau non LED (Light-Emitting Diode).
Asosiasi Periklanan Luar Ruang Indonesia (Outdoor Advertising Association of Indonesia – OAAI) membantah anggapan tersebut.
Sekjen Asosiasi Periklanan Luar Ruang Indonesia Gabriel Mahal menegaskan, tidak ada larangan penggunaan media reklame konvensional, seperti papan billboard.
Faktanya, masih begitu banyak ruang yang diizinkan untuk penggunaan media reklame konvensional.
“Tidak ada itu LED-nisasi media reklame di ibukota Jakarta. Itu informasi yang salah, dan menyesatkan. Ini bisa terjadi karena tidak baca dengan baik Pergub 148 Tahun 2017 atau gagal paham ketentuan-ketentuan peraturan tersebut,” tegas Gabriel Mahal, salam siaran pers yang diterima Warta Kota, Selasa (14/11/2017).
Ini menanggapi keluhan dari sejumlah pelaku industri periklanan luar ruang yang mendesak Gubernur DKI Jakarta mengubah Pergub tersebut dengan alasan Pergub tersebut adalah peraturan LED-nisasi media reklame di ibukota Jakarta. Artinya, di seluruh wilayah Jakarta hanya boleh menggunakan media reklame jenis LED Video Display.
Faktanya, menurut Gabriel, media reklame konvensional, seperti papan billboard, masih digunakan. Tidak dilarang.
“Informasi itu salah. Masukan yang diberikan kepada Gubernur itu salah. Sebagai pelaku industri yang profesional kita mesti memberikan masukan yang benar kepada pemerintah. Bukan informasi atau masukan yang menyesatkan,” ungkapnya.
Menurut Gabriel, ketentuan Pasal 9 Pergub 148 Tahun 2017 itu tidak mengizinkan adanya panggunaan media reklame dengan konstruksi tiang tumbuh di Kawasan Kendali Ketat.
Adapun yang termasuk dalam Kawasan Kendali Ketat itu terangnya sepanjang Jalan HR. Rasuna Said, Jend. Gatot Subroto, Jend. Sudirman, Dr. Satrio, MH. Thamrin, MT. Haryono, S. Parman, Gajah Mada, Hayam Wuruk.
“Di Kawasan Kendali Ketat ini hanya diizinkan penyelenggaraan media reklame yang menempel pada bangunan/gedung atau di atas bangunan/gedung, baik untuk jenis media reklame papan/billboard, neon box, neon sign, maupun jenis elektronik/digital (LED Video Display). Jadi, di Kawasan Kendali Ketat ini masih diizinkan jenis media reklame yang konvensional di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), underpass, fly-over, halte busway, dan pada gedung dengan ketentuan khusus diatur dalam Pasal 9 itu,” katanya.
Gabriel menjelaskan, tidak diizinkannya media reklame dengan konstruksi tiang tumbuh di Kawasan Kendali Ketat ini didasarkan pada pertimbangan:
Pertama, tidak terjadi polusi/sampah visual dengan berdirinya tiang-tiang reklame tersebut di sepanjang jalan-jalan protokol tersebut;
Kedua, kepentingan estetika kota Jakarta sebagai Kota Metropolitan dan Ibukota Negara; Dan Ketiga, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
Dengan peraturan yang ada tersebut, pelaku industri reklame di DKI Jakarta diizinkan untuk menyelenggarakan reklame konvensional termasuk dalam bentuk konstruksi tiang tumbuh, di Kawasan Kendali Sedang, Kawasan Kendali Rendah, dan Kawasan Khusus.
“Jadi, tidak ada itu LED-nisasi media reklame di Ibu kota Jakarta. Masih begitu banyak ruang yang diizinkan untuk penggunaan media reklame konvensional,” katanya.