Cegah Kekerasan Anak, Pemprov DKI Diminta Revisi Kebijakan Ahok
Untuk menanggulangi hal itu, perlu ada kebijakan nyata dari pemerintah bersama dengan instansi terkait.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tindakan kekerasan terhadap anak masih sering terjadi.
Untuk menanggulangi hal itu, perlu ada kebijakan nyata dari pemerintah bersama dengan instansi terkait.
Sebagai upaya mencari solusi penanganan tindak kekerasan terhadap anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama sejumlah pihak menggelar FGD (Focus Group Disscussion).
FGD bertema Kekerasan di Pendidikan dan kritisi terhadap Instruksi Gubenur DKI JAKARTA Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Dalam FGD itu disepakati perlu ada perubahan Instruksi Gubernur DKI JAKARTA Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Pratiwi, pengacara publik LBH Jakarta, mengatakan Instruksi Gubernur tersebut memberikan sanksi bagi peserta didik yang melakukan bullying berupa penutupan akses pemenuhan hak atas pendidikannya.
Hal ini karena Instruksi Gubernur Pencegahan Bullying salah satunya mengatur bagi peserta didik yang melakukan bullying dan kekerasan/berkelahi/tawuran baik pada waktu jam belajar maupun di luar waktu jam belajar, maka yang bersangkutan tidak lagi diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Negeri di Provinsi DKI Jakarta.
Baca: Setya Novanto Dapat Buku Berjudul Renungan Kalbu
"Pemerintah DKI Jakarta gagal melihat institusi pendidikan serta proses pendidikan sebagai wujud perlindungan bagi anak itu sendiri, dan justru menjauhkannya dari proses pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah," ujarnya, Kamis (23/11/2017).
Sementara itu, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, memberikan jaminan akan mengadvokasi dorongan revisi INGUB No 16/2015.
Dia menyadari pengaturan yang holistik dan taat nilai serta prinsip HAM akan melahirkan kebijakan yang sejalan dengan sekolah ramah anak dan juga ramah HAM.
Dikeluarkan aturan juga perlu menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yakni Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.
"Sebab anak sejak dini harus dibukakan pemahamannya bahwa ia harus menghargai sesamannya manusia dan hal tersebut harus dimulai pula oleh pemerintah dari kebijakannya yang memanusiakan manusia,” urai Retno.
FGD di hadiri oleh perwakilan dari Kementerian PPPA, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Komnas Perempuan, P2TP2A Jakarta, Dinas PPA DKI Jakarta, Komnas PA, LPAI, Save The Children, YNPN, FSGI, Rumah FAYE, Sayangi Tunas Cilik, perwakilan sekolah swasta dan negeri (SD sampai SMA/SMK).
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, data kekerasan di sekolah menunjukkan kekerasan di pendidikan semakin memprihatinkan.
Diantaranya 84% siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah (7 dari 10 siswa), 45% siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan , 40% siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya.
75% siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah, 22% siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakanpelaku kekerasan, dan 50% anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah.