Ganti Rugi Belum Rampung, Pemilik Lahan Fatmawati Tunggu Putusan MA
Apabila dalam 2x24 jam tidak dikosongkan maka akan dilakukan oleh Tim Penertiban Terpadu Wali Kota Jakarta Selatan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pemilik lahan di kawasan pertokoan Fatmawati Jakarta Selatan, Ang Ing Tuan dan kawan-kawan mengecam sikap Pemerintah Kota Jakarta Selatan, yang menerbitkan Surat Peringatan 2 pengosongan lahan.
Bangunan mereka bakal segera rata dengan tanah untuk pengembangan kawasan Transit Oriented Development Stasiun MRT Fatmawati.
Padahal proses hukum terhadap proses penilaian ganti rugi yang mereka lakukan belum selesai ditingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).
Dalam SP 2 tertanggal 14 Desember 2017 yang diterbitkan Wali Kota Jakarta Selatan itu menyatakan, agar pemilik lahan mengosongkan sendiri dan tidak menghalangi pekerjaan proyek MRT.
Baca: Airlangga Hartarto Klaim Dapat Dukungan Setya Novanto
Apabila dalam 2x24 jam tidak dikosongkan maka akan dilakukan oleh Tim Penertiban Terpadu Wali Kota Jakarta Selatan, dengan segala resiko yang ditanggung sendiri oleh pemilik lahan.
Kuasa hukum pemilik lahan, Y. Rosalita mengatakan, harapan mereka kini hanya bertumpu pada ketokan palu Majelis Hakim PK MA.
Pemilik lahan katanya, hanya berharap dapat memberikan keadilan kepada penilaian atas ganti rugi lahan yang sudah mereka pakai untuk mencari mata pencaharian selama puluhan tahun ini.
"Namun apa daya, proses PK ini pun sampai saat ini belum bisa diajukan karena Putusan Kasasi tak kunjung diterima para pihak, padahal sudah diketok palu nya sejak 10 oktober 2017," kata Rosalita dalam keterangan persnya yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (18/12/2017).
Sebelumnya proses hukum terus berjalan sampai dengan MA dalam kasasinya memenangkan Pemprov DKI dalam putusannya.
Menurutnya, pemilik lahan merasa perhitungan atas ganti rugi tersebut belum adil, karena tidak memperhitungkan harga bangunan mereka yang diperuntukkan untuk mencari mata pencaharian.
"Apakah dengan memproses secara hukum atas hak hak mereka lalu dicap sebagai menghalangi proyek MRT? Apakah meminta ganti rugi atas lahan mata pencaharian mereka selama puluhan tahun ini, lantas menjadikan mereka 'warga negara mata duitan'?," kata Rosalita.
Dirinya menjelaskan, fakta bahwa para pemilik lahan akan kehilangan lahan tempat usaha mereka selama ini, tidak dapat dipungkiri lagi, dan mereka sendiri sadar hal tersebut dan sudah rela lahannya terimbas proyek MRT.
"Namun perhitungan yang adil lah yang diharapkan, yang sampai saat ini mereka perjuangkan melalui jalur hukum," katanya.