Kisah Karmila, Saksi Hidup Penumpang Bus Premium Passion di Laka Maut Tanjakan Emen
"Saya sudah tahu bus oleng ke kanan dan ke kiri. Waktu itu saya berdiri dan bisa melihat dengan jelas ada sepeda motor yang menyalip."
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karmila (44) adalah salah satu saksi hidup saat terjadi kecelakaan maut bus pariwisata Premium Passion di Tanjakan Emen, Kabupaten Subang, Jawa Barat, bus yang ditumpanginya mengalami laka sepulang dari berwisata di kawasan Ciater, Sabtu (10/2/2018) lalu.
Karmila menuturkan, saat bus oleng dan menabrak rambu lalu lintas lalu terguling dan melaju dalam posisi seperti terseret, kabin bus menjadi gelap dan penuh debu. Karmila lalu berinisiatif melangkah menuju kaca depan bus yang sudah pecah.
Ia menginjakan kakinya sedikit demi sedikit di atas tepian kursi penumpang bus yang sudah terbalik 90 derajat.
Dalam perjalanannya menuju pintu keluar, Mila sempat mendengar suara rintihan kawan-kawannya yang berada di bawah kursi tersebut. Sambil coba menenangkan diri, Mila berusaha agar kakinya tidak menginjak tubuh tetangganya yang tengah kesakitan itu.
"Tolong, ya Allah. Tolongin, saya," rintih Mila menirukan suara teman-temannya yang menjadi korban di sore itu.
Ibu empat anak itu masih ingat ada beling di bawah kakinya setelah berhasil keluar dari bus maut. Tapi ia tidak ingat mengapa kakinya tidak terluka sedikit pun walaupun menginjak pecahan kaca bus itu.
Ia juga masih ingat betapa pegal lengan dan pergelangan tangannya usai mencengkram besi tirai sebelum bus yang ditumpanginya terguling di tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat.
Disalip motor
"Saya sudah tahu bus oleng ke kanan dan ke kiri. Waktu itu saya berdiri dan bisa melihat dengan jelas ada sepeda motor yang menyalip. Saya cuma bisa fokus dan mencari pegangan," ungkap Mola mengingat apa yang menimpa dirinya.
Sisi kiri atas bus itu membentur tanah dua kali. Kali pertama membuat kaca di bus itu pecah, dan kali kedua membuat sebagian penumpang di bagian kursi penumpang sebelah kiri terlempar keluar. Ia takut bus itu akan meledak.
Baca: Polisi Panggil Manajemen Bus Premium Passion
Hanya maut dan keluarganya yang ada dalam pikirannya, namun Mila melawannya. Ia bertekad harus hidup.
"Mati. Mati. Tapi saya inget keluarga, anak-anak, saya harus tetep hidup. Pokoknya, gimana caranya saya bisa hidup. Saya cuma takut kalau meledak," ungkap Mila.
Setelah berhasil mempertahankan hidupnya dan keluar dari bus, Mila kemudian mencari pertolongan. Ia sempat kesal dan menangis karena warga yang ada tak mau meminjamkan ponsel kepadanya.
Dengan alasan tidak ada pulsa, mereka hanya merekam kejadian itu dengan ponselnya. Ia bahkan sempat mengingat ponsel dalam tasnya yang masih berada di dalam bus ketika itu.
Baca: Alasan Unilever Mengancam Stop Beriklan di Google dan Facebook
"Kesel banget. Mau minjem hape buat nelpon dia (menunjuk suami yang ada di sampingnya), mereka cuma nge-shoot nge-shoot aja. Bilang nggak ada pulsa," ungkap Mila.
Setelah beberapa saat, lalu lintas di tanjakan Emen itu menjadi macet. Namun tidak ada seorang pun yang berani menolongnya.
Petugas kepolisian lalu datang dan membawa Mila ke poliklinik di dekat lokasi kejadian. Sementara korban lainnya dibawa ke RSUD Subang. Karena tidak ada luka serius di tubuhnya, proses pengobatannya tidak berlangsung lama.
Namun ia merasa sangat kelelahan karena petugas kepolisian yang membawanya terus menerus menanyainya.
"Capek banget rasanya, karena saya jadi salah satu saksi yang ditanya terus-terusan sama polisi," kata Mila.
Di hari ketiga setelah kejadian, seluruh tubuh Mila baru terasa sakit. Seluruh badannya baru saja selesai diurut. Kakinya yang sempat bengkak di hari pertama kini sudah lebih baik. Namun ia mengaku masih ingin diurut lagi.
Bau Apek di Kabin Bus
"Ini bus kok baunya begini ya, kayak bau jok lama, bau apek," ungkap Mila ketika merasakan ada sesuatu yang aneh dengan bus yang ditumpanginya itu, sebelum kejadian .
Anggota Koperasi Simpan Pinjam Pratama itu merasakan bahwa bus yang ditumpanginya itu sudah agak usang. Ia merasa baru kali itu bus yang ia gunakan untuk berwisata tahunan ke luar kota tidak seperti biasanya.
Ia mengungkapkan, perjalanan wisata tahunan itu sudah kelima kalinya ia lakukan bersama para anggota Koperasi Simpan Pinjam Pratama lainnya.
Sebelum bus Premium Passion terguling, Mila juga mengungkapkan, bus tersebut sempat berjalan sangat lambat.
Ia merasa aneh dengan hal itu. Ketika laju bus tersebut berjalan semakin kencang dan oleng, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Bus itu sempet jalan lambat banget sebelum turunan. Tapi pas diturunan bus itu makin kenceng dan oleng, akhirnya Brak!" ungkap Milla.
Usai kecelakaan nahas tersebut, Mila sempat mendengar rumor bahwa supir bus tersebut bukanlah supir yang membawanya dari awal perjalanan. Ia mendengar itu dari korban selamat lainnya.
Apa yang ia tahu hanyalah bus itu disewa oleh panitia. Meski duduk di bangku ketiga dari depan sisi kanan kabin, ia tidak begitu yakin bahwa ada pergantian supir ketika itu.
"Saya denger rumornya kalo supirnya ganti. Mungkin karena supirnya udah ngerasa busnya nggak enak dibawa. Ya namanya perempuan, nggak ngeh yang gitu-gitu pas di bus," ungkap Mila.
Suami Mila, Zaelani (47) juga sudah merasakan keanehan dengan bus itu ketika mengantar istrinya menuju bus. Ia bahkan sempat bertanya kepada seorang panitia perihal kondisi bus nahas asal Bogor, tersebut.
"Bus apaan nih? Kok tumben gini?" ungkap Zaelani mengingat percakapan pagi itu.
Namun ia tidak menerangkan jawaban dari orang yang ia tanya. Ia mengaku tidak ada firasat apa pun perihal kecelakaan yang menimpa istrinya itu. Ketika kejadian ia hanya tahu bahwa ia harus segera menemui istrinya.
Ia berangkat dengan mobil setelah mendengar kabar dari penumpang bus rombongan lain. Ia sempat datang ke RSUD Subang, namun ia tak menemui istrinya. Setelah itu ia menuju rumah sakit di Lembang, namun ia juga tak menjumpai istribya di sana.
Hampir tengah malam, akhirnya ia baru menemukan istrinya di sebuah masjid dekat poliklinik tempat istrinya dirawat.