Tangis Histeris Ibu Hamil Ketika Tahu Suaminya Gantung Diri di Rumah Kontrakan
Ketua RT 01/RW 10 Kelurahan Tugu, Cimanggis, Sarip Muntaha mengatakan Hera menjerit dan meminta diperbolehkan untuk masuk ke kontrakan.
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Tangis Hera (24) tidak bisa dibendung ketika tiba di rumah kontrakan dan melihat sejumlah personel Polsek Cimanggis dan Polresta Depok sedang mengecek jasad suaminya, Doko (26).
Ketua RT 01/RW 10 Kelurahan Tugu, Cimanggis, Sarip Muntaha mengatakan Hera menjerit dan meminta diperbolehkan untuk masuk ke kontrakan.
Baca: Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir Tersingkir Usai Dibekap Wakil China Dua Game Langsung
Namun perempuan yang sudah lima bulan mengandung anak kedua ini tak diperbolehkan masuk oleh polisi yang sedang bertugas.
"Istrinya nangis di depan kontrakan. Dia enggak boleh masuk karena polisi masih meriksa jasad suami dan kontrakannya. Nangisnya lama, dari pukul 17.30 WIB sampai 20.00 WIB pas jenazah suaminya boleh dibawa ke kampung," kata Sarip di Cimanggis, Depok, Minggu (26/8/2018).
Baca: Fakta Aksi Deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya, Belum Kantongi Izin Hingga Terjadi Adu Jotos
Dari depan pintu, Hera tak henti menjerit dan menolak kenyataan bahwa suaminya telah meninggalkan anak pertama mereka, Manda (5) dan calon anak kedua yang akan segera lahir.
Baru saat jasad Doko dibaringkan, Hera diperbolehkan masuk lalu melihat jenazah suaminya tewas karena gantung diri.
"Dia teriak-teriak histeris. 'Suami saya masih hidup, suami saya masih hidup. Masih nafas suami saya, masih nafas'. Baru agak tenang itu pas polisi ngebolehin dia masuk dan lihat jasad Doko," ujar Sarip menirukan jeritan Hera.
Baca: Kurang Pengalaman Disebut Jadi Biang Kegagalan Tim AoV Indonesia di Asian Games 2018
Pernyataan Sarip dibenarkan tetangga Doko, Marni (57) yang berusaha menenangkan Hera sampai akhir jasad Doko dibawa kerabatnya sekira pukul 20.30 WIB.
Walau sempat tak percaya saat mendapat kabar dari warga karena Doko pernah beberapa kali menyatakan akan bunuh diri saat bertengkar.
Marni kesulitan menenangkan jerit tangis Hera yang sempat pingsan beberapa saat lalu kembali sadar dan menangis.
Ia khawatir bila jeritan Hera kian keras dapat membahayakan kesehatan bayi yang dikandungnya.
"Nangisnya bukan main, saya saja sampai susah nenanginnya. Saya takutnya dia nangis sampai membahayakan kesehatan bayinya. Namanya ibu hamil lima bulan kan, takut juga," kata Marni.
Hera yang tertunduk lemah dengan air mata yang masih menetes berjalan menuju ambulance dengan cara dipapah beberapa warga sekitar.