Bima Arya Salut Sama Pemimpin yang Mengambil Kebijakan Tidak Populer
Bima Arya mengakui menjadi pemimpin tidak mudah. Jebakan pertama yang harus dihadapi kepala daerah adalah terlalu fokus pada quick wins alias gebrakan
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Bogor, Bima Arya mengakui menjadi pemimpin tidak mudah. Jebakan pertama yang harus dihadapi kepala daerah adalah terlalu fokus pada quick wins alias gebrakan yang langsung terasa efeknya.
“Ini itu dibikin gratis. Mempercantik ini itu. Padahal, belum tentu dibutuhkan masyarakat. Cuma agar jadi media darling,” kata Bima Arya dalam acara Rebut 2024 yang digelar Asumsi di The Ice Palace, Lotte Shopping Avenue, Jakarta Selatan.
Rebut 2024 adalah aksi yang diinisiasi Asumsi.co untuk mengajak anak muda Indonesia melihat ke masa depan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi era disrupsi.
Tepatnya ke tahun 2024 di mana Indonesia telah dipimpin oleh generasi baru politisi dan diperkirakan telah naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income).
Para pembicara yang hadir adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Sekretaris Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI Anwar Sanusi yang mewakili Eko Sandjoyo, CPO Kitabisa Vikra Ijas, Gustika Jusuf Hatta (anggota Supervisory Board Youth of Indonesia), dan Co-Founder Getcraft Anthony Reza Prasetya.
Yang susah, kata Bima, adalah menjalankan kebijakan jangka panjang. Kebijakan tersebut tidak akan terlihat efeknya dalam 2-3 bulan. Namun, keputusan seperti justru jauh lebih ribet dan kompleks.
“Makanya saya salut sama pemimpin yang mengambil kebijakan tidak populer. Kebijakan yang long term ini antara lain membangun infrastruktur. Ini saya serius,” ungkap Bima.
Efek jangka panjang tersebut, kata Bima, baru terasa setelah bertahun-tahun kemudian. Selain infrastruktur, program tak populer lain adalah membangun karakter bangsa.