Walhi Kritik Kebijakan Gubernur DKI Terbitkan IMB Pulau Reklamasi
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi, Teluk Jakarta menimbulkan kontroversi.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Ia mempertanyakan keputusan Anies yang tak merevisi Pergub 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancangan Kota Pulau Reklamasi.
"Enggak bisa batalkan Keppres karena putusan institusi, juga enggak bisa batalkan perda dan pergub? Buktinya pergub aku ada juga yang dia ganti kan?," ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI telah menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi di pesisir utara Jakarta.
Di Pulau D terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan).
Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel Anies pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Langkah ini menuai protes dari DPRD DKI Jakarta.
Penerbitan IMB di pulau reklamasi Teluk Jakarta tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengaturnya.
Baca: Charly Van Houten Berikan Tanggapan Saat Band ST12 Kembali ke Formasi Awal
Anies berkilah dasar hukumnya sudah ada yakni Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dulu diteken Ahok. Namun, ia menolak mencabut atau mengubah pergub tersebut.
"Tidak sesederhana itu. Begini ya, ada prinsip fundamental dalam hukum tata ruang, yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut. Begitu juga dengan kasus ini, bila saya mencabut Pergub 206/2016 itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut, maka yang hilang bukan saja bangunannya, tetapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," kata Anies dalam siaran pers berisi tanya jawab, Rabu (19/6/2019).
Menurut Anie, Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang diteken pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bisa menjadi celah pembangunan di lahan hasil reklamasi.
Celah itu membuatnya harus menerbitkan IMB terhadap bangunan yang sudah terlanjur dibangun.
"Ya boleh, ada celah hukumnya. Seperti saya bilang kemarin, ada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 18 Ayat 3," kata Anies.
Anies menjelaskan, PP itu mengatur bahwa sebuah kawasan yang belum memiliki Perda RTRW dan Perda RDTR, maka pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara.