Terdakwa Pembunuhan Satu Keluarga di Bekasi Divonis Hukuman Seumur Hidup, Ini Reaksi Kuasa Hukum
Sementara Penasihat Hukum Haris Simamora menilai apa yang didakwakan JPU tidak mendasar
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Adapun dalam kasus ini, Harris didakwa membunuh satu keluarga Daperum Nainggolan di Jalan Bojong Nangka II, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 12 November 2018.
Dia juga mengaku telah membunuh Daperum beserta istrinya dengan sebuah linggis.
Sementara itu, dua anak Daperum, yaitu Sarah Marisa Putri Nainggolan (9) dan Yehezkiel Arya Paskah Nainggolan (7), dicekik hingga tewas.
Kuasa Hukum Bilang Dosa Jangan Dibalas Dosa
Sebelumnya, kuasa hukum Harris Simamora, terdakwa pembunuhan satu keluarga di Jalan Bojong Nangka II, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, memohon kepada majelis hakim untuk menolak tuntutan mati yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya.
Dalam sidang pembacaan duplik yang digelar di Pengadilan Negeri Bekasi, Senin (8/7/2019), kuasa hukum Harris, Alam Simamora, mengajak majelis hakim maupun JPU merenungkan kembali tuntutan hukuman mati atas tindakan Harris pada November 2018.
"Marilah kita melihat ke dalam hati yang paling dalam dan bertanya, 'apakah saya telah melaksanakan tugas sesuai dengan hati nurani, apakah saya telah menegakkan keadilan dalam perkara ini'. Hanya Tuhanlah yang tahu. Kita sebagai manusia yang beragama sangat meyakini hidup dan matinya manusia ditentukan oleh Tuhan," kata Alam saat membacakan duplik alias tanggapan terhadap replik JPU yang telah dibacakan Rabu lalu.
Alam menilai, tuntutan hukuman mati terhadap Harris tidak jauh berbeda dengan tindakan keji kliennya itu yang telah menewaskan empat orang anggota keluarga Daperum Nainggolan.
"Apakah kita sebagai sesama manusia berhak mencabut nyawa manusia yang membunuh tersebut?" kata Alam.
Alam menyatakan, Harris Simamora pantas mendapatkan hukuman berat sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakannya.
Namun, dia menilai bahwa tuntutan mati yang dilayangkan JPU bisa mengorbankan rasa keadilan bagi Harris sebagai terdakwa karena pembuktian yang dianggap lemah.
"Terdakwa sebagai warga negara juga berhak untuk mendapat peradilan yang fair, adil dan berimbang. Janganlah, walau hanya dengan pembuktian yang lemah di persidangan, penuntut umum tetap menuntut pidana mati bagi terdakwa hanya karena perkara ini mendapat perhatian yang besar dari masyarakat," ucap Alam.
JPU telah menuntut terdakwa dengan hukuman mati pada 27 Mei lalu.
Harris dianggap melanggar Pasal 340 KUHPidana dan Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHPidana dengan kualifikasi pembunuhan berencana dan pencurian dengan pemberatan.