Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setiap Tahunnya Muka Tanah di Pademangan Turun 1,5 Cm, di Penjaringan Bisa 12 Cm

Penurunan muka tanah dapat dilihat dari penutup pipa yang terus-terusan menurun sejak dipasangnya pada tahun 1982

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Setiap Tahunnya Muka Tanah di Pademangan Turun 1,5 Cm, di Penjaringan Bisa 12 Cm
dok. Kementerian PUPR
Pencegahan yang telah dilakukan pemerintah dalam menghentikan laju penurunan muka tanah di Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan muka tanah di sekitar Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara mencapai 1,5 sentimeter per tahunnya.

Hal itu diketahui dari sumur pantau permukaan muka tanah yang ada di Balai Konservasi Air Tanah milik Kementerian ESDM yang berada di jalan tersebut.

Pipa itu dilapisi penutup lain yang juga ditanam. Pada pipa itu, terdapat penanda yang menunjukkan rentang waktu penurunan muka tanah

Ada juga sebuah penggaris yang menunjukkan berapa penurunan muka tanah.

Penurunan muka tanah dapat dilihat dari penutup pipa yang terus-terusan menurun sejak dipasangnya pada tahun 1982.

Berdasarkan pengamatan di lokasi, penurunan muka tanah yang ditandai dari tahun 1990 sampai 2007 mencapai sekitar 30 sentimeter atau 1,5 sentimeter per tahunnya.

"Seperti yang ada di lingkungan ini, untuk data dari tahun 1990 sampai 2007, itu penurunan muka tanah rata-rata 1,5 sentimeter (per tahun)," kata Kepala Balai Konservasi Air Tanah Raden Isnu Hajar Sulistyawan di lokasi, Kamis (17/10/2019).

Berita Rekomendasi

Penurunan muka tanah sebesar 1,5 sentimeter itu, lanjut Isnu, hana di sekitaran BKAT saja.

Besaran angka penurunan bisa beragam di lokasi-lokasi lainnya.

"Karena kondisi di wilayah yang berbeda tentunya berbeda. Kita kembangkan beberapa pemantauan juga di tempat lain dan masih menjadi proses untuk lebih mengetahui bagaimana prosesnya. Selain itu kita melakukan survey geodetik sebenarnya setiap tahun, kita melakukan pengukuran GPS untuk lebih kurang 200 titik di DKI Jakarta. Jadi di situ bisa diketahui mana yang mengalami penurunan," kata Isnu.

Isnu menyebutkan, di Jakarta Utara, ada satu wilayah yang mengalami penurunan muka tanah ekstirm, yakni di daerah Pluit, Penjaringan.

Berdasarkan interpretasi citra dan pengukuran geodetik tadi ada data yang mengatakan bahwa terjadi penurunan muka tanah sebesar 120 sentimeter dalam waktu 10 tahun di Pluit.

"Artinya dalam satu tahunnya kurang lebih 12 sentimeter, itu mungkin lebih ekstrim dibandingkan di sini," kata Isnu.

Kondisi Air Tanah di Jakarta Dinilai Membaik dalam Waktu 5 Tahun Belakangan

Suasana di Balai Konservasi Air Tanah, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis (17/10/2019).
Suasana di Balai Konservasi Air Tanah, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis (17/10/2019). (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan bahwa kondisi cekungan air tanah (CAT) Jakarta membaik selama lima tahun belakangan.

Hal itu terus dipantau Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) yang berkantor di Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara.

Membaiknya CAT Jakarta yang sempat menurun drastis sejak 2009-2013 disebabkan beberapa faktor, mulai dari pengawasan di lapangan hingga eksploitasi air tanah yang disinyalir mulai berkurang.

CAT Jakarta dibagi menjadi lima zona berdasarkan kondisinya. Kelimanya ialah zona aman, zona rawan, zona kritis, zona rusak, dan zona imbuhan.

Membaiknya kondisi air tanah diindikasikan dengan bertambahnya presentasi zona aman dan berkurangnya zona rusak selama 2013-2018.

Berdasarkan data per tahun 2018, zona rusak dari CAT di Jakarta mencapai 14%. Sementara itu, zona aman ada di angka 22%.

Angka zona rusak di tahun 2018 bertambah drastis dibanding tahun 2009 yang hanya 1%. Sementara angka zona aman menurun dibanding tahun 2009, yakni sebesar 46 %.

Akan tetapi, ada kenaikan sebesar satu persen terkait zona aman dari tahun 2013 (21%) ke tahun 2018 (22%).

Adapun per tahun 2018, luasan zona kritis mencapai 25%, zona rawan 14%, dan zona imbuhan 25%.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM Andiani menuturkan, ada perbaikan dalam kinerja di lapangan yang membuat laju perluasan zona rusak bisa ditekan 1% persen selama 5 tahun.

Salah satunya dengan tidak merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta memberikan izin kepada pihak-pihak yang ingin membuat sumur resapan air tanah di lokasi yang tidak memenuhi syarat.

"Dalam jangka waktu beberapa tahun ini kami melihat ada beberapa perbaikan dari yang sudah kami lakukan," katanya.

Melalui BKAT, setiap tahunnya, dilakukan kegiatan survey kuantitas dan kualitas air tanah.

Data-data hasil survey akan dianalisis dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan peta zonasi konservasi air tanah.

Peta zonasi konservasi air tanah ini lah yang menjadi dasar bagi Kementerian ESDM untuk mengeluarkan rekomendasi teknis (rektek) untuk pengusahaan air tanah.

Rektek ini menjadi suatu syarat dalam rangka pemberian perizinan pengusahaan air tanah yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Selama 2019 ini ada pengajuan 300 rektek. 40 persen di antaranya tidak direkomendasikan artinya izin pengusahaan air tanah tidak keluar ya. Itu nggak hanya di zona rusak, macem-macem," ucap Andiani.

Berdasarkan peta zonasi CAT Jakarta, akuifer atau kedalaman air tanah berada pada kedalaman 40-140 meter dan 140-250 meter di bawah permukaan laut.

CAT Jakarta sendiri berada di lintas provinsi, yang melewati wilayah Bekasi, Depok, serta Kabupaten Bogor.

Kepala Balai Konservasi Air Tanah Raden Isnu Hajar Sulistyawan menjelaskan, ditemukan adanya pertambahan debit air di CAT Jakarta bagian utara, tepatnya di wilayah Bekasi.

Di sana, kata Isnu, air tanah yang tadinya ada di kedalaman 40 meter naik ke kedalaman 34 meter di bawah permukaan laut.

"Itu pertanda kalau air tanah suplainya menjadi lebih bagus. Artinya bahwa paling tidak, kalau tidak buat kita, buat generasi selanjutnya masih ada lah cadangan lebih (air tanah)," kata Isnu.

Dengan adanya kenaikan 1% terkait zona aman di CAT Jakarta, Isnu juga melihat bahwa eksploitasi air tanah kemungkinan besar berkurang dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Artinya, masyarakat mulai banyak beralih menggunakan air permukaan atau air dari perusahaan perpipaan air bersih seperti PDAM.

Isnu pun berharap masyarakat masih terus menggunakan air PDAM seiring dengan PDAM yang memperluas pelayanannya.

"Jadi kalo bisa kita sampaikan lebih baik PDAM lebih banyak penyediaannya kemudian masyarakat bisa menghemat penggunaan airnya, itu ke depan akan lebih baik," ucap Isnu.

Cek Kondisi Air Tanah, Menteri ESDM Tinjau Balai Konservasi Air Tanah di Jakarta Utara

Jajaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memantau kondisi air tanah yang ada di lintas provinsi, Kamis (17/10/2019).

Pemantauan yang dipimpin langsung Menteri ESDM Ignasius Jonan digelar secara tertutup di Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) milik Badan Geologi Kementerian ESDM, Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara.

Suasana di Balai Konservasi Air Tanah, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis (17/10/2019).
Suasana di Balai Konservasi Air Tanah, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis (17/10/2019). (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Pantauan di lokasi, Jonan datang dengan dikawal ketat oleh polisi.

Setibanya di lokasi, mobil yang membawa Jonan langsung masuk ke dalam aula BKAT.

Awak media dihalangi untuk masuk.

Gerbang balai itu ditutup dan wartawan tak diperkenankan mengambil gambar dari dekat.

Jonan dan jajarannya pun masuk ke dalam sebuah ruangan di balai itu.

Mereka menggelar rapat singkat selama sekitar 15 menit sebelum akhirnya keluar dan meinjau sumur pantau air tanah.

Berdasarkan protokol, diberitahu bahwa Jonan enggan diwawancarai. Akhirnya, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani ditunjuk meladeni wartawan.

"Seperti biasalah kunjungan ke unit-unit di bawahnya. Untuk memastikan kegiatan yang kita lakukan ini apakah sudah sesuai dengan arahnya," kata Andiani menjelaskan maksud peninjauan hari ini.

Andiani menjelaskan, keberadaan BKAT di DKI Jakarta ini sudah ada sejak 2014 dan aktif sejak 2015.

Menurut dia, BKAT memang didirikan di daerah-daerah yang memiliki masalah terkait air tanah, salah satunya di DKI Jakarta.

Masalah terkait air tanah yang dimaksud, misalnya soal kuantitas, kualitas, pencemaran, dan penurunan debit air tanah.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 2 tahun 2017 tentang air tanah, tercatat ada sebanyak 421 cekungan air tanah (CAT) di Indonesia, satu di antaranya di Jakarta.

Andiani menuturkan, CAT di Jakarta menjadi salah satu yang terus menerus dipantau lantaran adanya tekanan terus menerus.

"Jakarta adalah salah satu CAT yang mengalami tekanan terus menerus karena pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan hampir semuanya menggunakan air tanah," kata Andiani.

 Penumpang TransJakarta Keluhkan Pelayanan di Shelter Terminal Rambutan, Ini Jawaban Kasatpel

 Efek Rumah Kaca, Konduktor Kritis Penjaga Demokrasi

 Robert Rene Alberts Kuatkan Mental Para Pemainnya Jelang Laga Menghadapi Persebaya

 Viral Curhat Seorang Pria Diajak Pria Misterius Berbuat Asusila di Sriwedari Solo, Polisi Bereaksi

Kepala Balai Konservasi Air Tanah Raden Isnu Hajar Sulistyawan mengatakan BKAT adalah salah satu unit teknis Kementerian ESDM yang memiliki sumur pantau air tanah.

Sumur pantau air tanah ini digunakan untuk memantau kondisi, kualitas, dan kuantitas air tanah yang ada di wilayah sekitaran BKAT.

"BKAT ini mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan dan penanggulangan kuantitas dan kualitas air tanah dan kemudian juga untuk pengendalian konservasinya," kata Isnu.

Ia menambahkan, setiap tahunnya BKAT melakukan kegiatan survey kuantitas dan kualitas air tanah.

Data-data hasil survey akan dianalisis dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan peta zonasi konservasi air tanah.

"Peta zonasi konservasi air tanah ini lah yang menjadi dasar bagi Kementerian ESDM untuk mengeluarkan rekomendasi teknis untuk pengusahaan air tanah, yang di sini diminta dalam rangka pemberian perizinan pengusahaan air tanah yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta," papar Isnu.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Penurunan Muka Tanah di Pademangan 1,5 Cm Per Tahun, di Penjaringan Bisa Sampai 12 Cm

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas