8 Catatan YLKI soal Kenaikan Tarif Ojek Online
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kenaikan tarif tranportasi online roda dua di Jabodetabek.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti kenaikan tarif tranportasi online roda dua di Jabodetabek.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, mengatakan pemerintah tidak mengambil keputusan mengenai kebijakan publik karena adanya tekanan dari massa atau pihak terkait.
"Kebijakan publik jangan dilakukan hanya karena aksi demonstrasi, karena sebagai kebijakan publik hal itu tidak sehat. Terlebih lagi kebijakan publik, haruslah berbasis kebutuhan," kata Tulus Abadi, di Kemenhub, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Baca: Tarif Naik, Driver Ojek Online: Bakal Sepi Penumpang
Mengenai kenaikan tarif ini, haruslah berdasarkan kompromi untuk para pengemudi dan konsumen. Bukan hanya soal setuju dan tidak setuju saja.
"Tetapi kenaikan tarif ini, masih dalam koridor keterjangkauan konsumen. Jadi masih aman dalam hal kenaikan harga ini," kata Tulus.
Dalam konferensi pers mengenai kenaikan tarif ojek online ini, Tulus memberikan delapan catatan kepada kenaikan biaya transportasi ini.
Delapan catatan tersebut sebagai berikut:
1. Kebijakan kenaikan tarif ini jangan sampai dilakukan karena adanya demonstrasi dari pengemudi atau yang lainnya. Sebagai kebijakan publik tidak baik jika dilakukan akibat tekanan massa, kenaikan tarif harus berbasis kebutuhan.
2. Sepeda motor itu adalah moda transportasi yang tingkat safety-nya paling rendah, baik sebagai kendaraan pribadi apalagi sebagai kendaraan umum. Ini harus menjadi catatan keras untuk kita semua.
3. Dalam transportasi roda 2 khususnya ojek online yang utama adalah aspek safety bagi pengguna dan pengemudi.
4. Selain safety pelayanan pun harus diberikan semaksimal mungkin. Seperti dulu pada awal munculnya ojek online selalu ada masker dan penutup kepala, sekarang harap dikembalikan seperti semula.
5. Terkait manajerial, kalau ada tim efisiensi hubungan kontraktual antara pengemudi dan aplikator akan lebih baik, kurang adil jika dibebankan pada penumpang misalnya menyangkut besaran potongan atau dampak sosial dari ojek online termasuk supply and demand.
6. Pada titik tertentu ojek online akan kita posisikan sebagai transportasi pengumpan. Kalau angkutan massal sudah siap seperti MRT, LRT, BRT, maka ojek online akan menjadi pengumpan untuk kendaraan tersebut.
7. Dari sisi keselamatan, improvisasi dari aplikator terus kita dorong salah satunya kualitas kendaraan, juga kualitas pengemudinya.
8. Perlindungan dari sisi asuransi untuk menjamin pengemudi dan penumpang dengan asuransi, minimal Jasa Raharja.
Tulus juga menyebutkan, bila kendaraan roda dua ini tingkat keselamatannya sangatlah rendah. Industri otomotif tidak membuat roda dua ini untuk angkutan umum.
"Selain itu, munculnya ojek online ini menjadi sebuah kecelakan sejarah yang karena telatnya kita menghadirkan angkutan umum yang manusiawi dan memadai bagi masyarakat," kata Tulus.