Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

jangan Jadikan Wabah Corona Olok-olokan atau Semacam Cara Menebar Kebencian kata Siti Musdah Mulia

Virus Corona atau COVID-19 telah menjadi wabah di seluruh dunia, bencana kemanusiaan ini telah menelan banyak korban, termasuk di Indonesia.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in jangan Jadikan Wabah Corona Olok-olokan atau Semacam Cara Menebar Kebencian kata Siti Musdah Mulia
Islamlib.com
Siti Musdah Mulia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Virus Corona atau Covid-19 telah menjadi wabah di seluruh dunia, bencana kemanusiaan ini telah menelan banyak korban, termasuk di Indonesia. 

Namun ditengah bencana Covid-19 ini,masih ada saja orang ataupun kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk menyerbarkan berita hoaks, berita hoaks dan ujaran kebencian terkait virus tersebut.

Dari data Kepolisian Republik Indonesia (Polri), hingga Kamis (26/3/2020), jumlah kasus hoaks di media sosial terkait virus Corona atau Covid-19 yang telah ditangani Bareskrim Polri dan jajaran Polda di seluruh Indonesia, telah mencapai 46 kasus. Adanya hoaks tentang virus Covid-19 di media sosial tersebut tentunya membuat masyarakat menjadi resah.

Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA mengatakan bahwa dia sedih karena masih banyak yang menyebarkan hoaks, menyebarkan berita dusta dalam kondisi seperti ini. Karena banyak orang menderita karena hoaks, karena berita palsu yang disebarluaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut

“Oleh karena itu saya selalu mengatakan tolong jangan menjadikan wabah Corona itu semacam olok-olokan atau semacam cara untuk menebar kebencian, permusuhan. Meskipun kita membenci seseorang, tapi tolong jangan menggunakan wabah atau pandemi ini sebagai alat untuk balas dendam, untuk mencaci-maki atau membangun permusuhan,” ungkap Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, Jum’at (27/3/2020).

Karenanya menurut Musdah penting bagi kita semua untuk bersama-sama membangun solidaritas untuk menguatkan satu sama lain. Ini agar ketika ada orang yang sudah terpapar virus COVID-19 untuk tidak menjadi terlalu cemas dan tidak dengan mudah memvonis seseorang sudah mati atau tidak ada harapan lagi..

“Bersikap yang positif  dan berprasangka baik yang harus kita kuatkan. Misalnya kita dengar berita bahwa ‘Si Anu positif terpapar Corona, oh tidak apa-apa yang penting berobat yang baik dan ikut anjuran untuk istirahat, berdoa lebih banyak lagi, perkuat solidaritas dengan keluarga dan sebagainya’. Jadi dukungan keluarga itu juga sangat penting,” ujar wanita pertama yang pernah dikukuhkan LIPI sebagai Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan ini.

BERITA TERKAIT

Selain itu menurut Musdah kita juga harus meningkatkan daya tahan atau imunitas tubuh dengan makan makanan yang baik dan bergizi. Dan tentunya juga membantu terhadap sesama umat manusia jika ada yang tidak mampu. Dan itu pun menjadi bentuk solidaritas untuk saling menguatkan antar sesama.

“Dan ketika kita tahu misalnya ada tetangga kita yang buruh harian yang kalau tidak bekerja maka dia tidak mendapatkan uang, kita harus berbagi jika kita punya makanan lebih. Jadi solidaritas itu bentuknya banyak. Ada  orang yang tidak mampu kita bantu. Jadi buat saya solidaritas itu harus diperkuat di tengah tengah kondisi pandemic seperti ini,” tutur Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.

Selain itu menurut wanita kelahiran Bone, 3 Maret 1958 ini, ditengah bencana wabah COVID-19 ini tentunya juga penting sekali melakukan edukasi di masyarakat terkait adanya imbauan social atau physical distancing, sehingga masyarakat dapat terbangun kesadarannya. Edukasi tersebut bisa berbentuk gambar ataupun video yang menggambarkan bahayanya virus Corona tersebut sehingga perlu melakukan gerakan social atau physical distancing.

“Saya kira  metode visual itu lebih baik ya dengan video-video yang menunjukkan ‘ini loh yang namanya virus itu bisa keluar mungkin melalui droplet (tetesan kecil) yang tidak disengaja’ yang mana mungkin orang tidak sengaja batuk atau bersin. Dari situ virus kemudian bisa menyebar tanpa disengaja. Misalnya ketika memegang handle pintu, kalau di jalan menyentuh pegangan lift atau escalator. Nah seperti itu sekarang ini harus diwaspadai dan dijelaskan melalui visual atau video,” ucap wanita Peraih Yap Thiam Hiem Human Rights Award (2008) dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia itu.

Wanita yang juga Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyampaikan bahwa dengan maksud adanya imbauan melakukan social atau physical distancing ini gunanya adalah agar kita tidak tertular.

Dan hal itu merupakan bentuk solidaritas agar kita semua saling menjaga satu sama lain agar selalu dalam keadaan sehat supaya tidak terjangkin virus yang bisa menimbulkan kematian tersebut 

“Memang saya dengar katanya, virus ini tidak hidup atau menyebar melalui udara, tetapi kita tidak tahu dimana tangan kita nanti memegang apa, tiba-tiba orang di depan kita bersin dan dia tidak memakai masker. Nah itulah gunanya pendidikan edukasi ini menjelaskan bahwa ‘tolong deh, jaga dirimu dan juga anggota keluargamu dan juga orang lain’. Ini menimbulkan semacam empati buat orang lain. ‘Mungkin kamu sehat, tetapi orang lain belum tentu sehat kan’. Jadi kita ini saling menjaga, karena saling menjaga itu merupakan bentuk solidaritas,” ungkap Musdah.

Dan para tokoh agama dan tokoh masyarakat tentunya sangat penting untuk memberikan edukasi tersebut sebagai upaya membangun solidaritas kepada umat ataupun warganya.

Peraih Doktoral bidang Pemikiran Politik Islam di IAIN Jakartai ini juga berpendapat bahwa kita sebagai manusia juga harus selalu melakukan ikhtiar, karena Tuhan hanya akan mengubah nasib seseorang atau sekelompok masyarakat kalau orang atau masyarakat itu mengubah perilakunya sendiri.

“Jadi jangan selamanya beranggapan ‘Ah terserah Tuhan saja’ tidak bisa seperti itu, Ini yang banyak orang salah paham. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ‘Corona ini juga ciptaan Tuhan’, iya memang ciptaan Tuhan tetapi kita sebagai manusia juga harus bisa menggunakan akal pikiran untuk menjauhi musibah itu,” tutur Musdah

Untuk itulah Musdah mengingatkan bahwa janganlah mempertaruhkan nama Tuhan untuk hal-hal yang konyol seperti misalnya mengatakan ‘Ini adalah takdir Tuhan’ tanpa kita melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya.

“Oleh karena itu saya ingin mengatakan kepada kita semua, mari kita semua berusaha dengan maksimal seluruh kemampuan yang kita miliki. Disamping menjaga jarak, juga melakukan cuci tangan dengan sabun tiap berapa jam atau setelah memegang sesuatu untuk menghindarkan diri kita dan keluarga dari tertular penyakit dari mana-mana,” kata Musdah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas