Cerita Junaedi, Petugas yang Makamkan Jenazah Korban Corona, Pasrah Takdir Tuhan
Untuk di TPU Pondok Ranggon terdapat 4 grup petugas makam dengan jumlah 22 orang pergrupnya.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dipercaya menjadi petugas di tempat pemakaman umum (TPU) yang bertugas untuk menguburkan jenazah korban virus corona menjadi ujian tersendiri bagi Junaedi.
Pria paruh baya ini adalah satu dari sekian banyak petugas makam di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Satu dari tiga TPU yang dipilih Pemprov DKI Jakarta menjadi lokasi pemakaman jenazah korban corona atau covid-19 di DKI Jakarta selain TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat.
Untuk di TPU Pondok Ranggon terdapat 4 grup petugas makam dengan jumlah 22 orang pergrupnya.
Setiap grup bertugas selama seminggu dan setiap harinya menggali minimal 20 liang lahat secara manual untuk jenazah Covid-19.
Nantinya setiap jenazah akan dimakamkan sesuai dengan SOP korban Covid-19 yang telah ditentukan.
Kendati demikian, sejumlah petugas makam mengaku sempat mengalami kecemasan dan rasa kekhawatiran yang berlebih saat pertama kali memakamkan jenazah Covid-19.
Pada awal mengetahui lokasinya kerjanya menjadi tempat pemakaman untuk jenazah Covid-19, Junaedi langsung khawatir.
"Ketakutan ya manusiawi terlebih yang dimakamkan dinyatakan terkena virus. Kekhawatiran dan kecemasan pasti ada," katanya kepada TribunJakarta.com, Senin (6/4/2020).
Masih diselimuti rasa cemas, tibalah Junaedi memakamkan jenazah Covid-19 untuk pertama kalinya.
Baca: Tidak Semua 639 Jenazah yang Dimakamkan dengan Protap Covid-19 di Jakarta Positif Virus Corona
Ketika ambulans tiba, jantungnya berdegub cepat. Kemudian ketika jenazah akan diturunkan ia sempat ketakutan.
"Sampai pas pertama saya masih khawatir. Namun begitu proses pemakaman selesai dan hanya butuh waktu 10 menit, akhirnya berkurang rasa takut, cemas dan khawatir tadi," ungkapnya.
Setelah hari itu, Junaedi memutuskan untuk melawan rasa takutnya.
Ia hanya ingin berserah diri pada Yang Maha Kuasa dan menjalani tanggung jawabnya sebagai petugas makam dengan ikhlas.
"Untuk down berkelanjutnya sih tidak karena ini tugas dan tanggung jawab. Saya lawan kekhawatiran, keluar dari rasa takut dan beranikan diri dengan pasrah serta serahkan ke Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah sekarang sudah biasa aja," katanya.
Yakinkan keluarga dan tetangga
Di saat Junaedi sudah berhasil menghilangkan rasa takut, cemas dan khawatirnya, cobaan lain pun datang.
Kini, rasa cemas berlebih datang dari keluarga dan para tetangganya.
Melihat pekerjaannya, Junaedi disebut bisa berpotensi membawa virus untuk lingkungan sekitar.
"Kalau dikucilkan sih tidak. Tapi tetangga dan keluarga khawatir. Apalagi saya berjibaku di sini jadi wajar mereka khawatir saya bawa virus," katanya.
Untuk itu, Junaedi melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman kepada keluarga dan tetangganya.
Ia menceritakan bahwa dirinya sebisa mungkin pulang ke rumah dalam kondisi yang bersih.
"Saya berusaha komunikasi bahwa sterilisasi diberlakukan. Maka kecil kemungkinan untuk saya pribadi kembali ke lingkungan membawa virus," jelasnya.
"Saya bilang setiap mau memakamkan dan setelahnya pasti disemprot disinfektan. Lalu sebelum pulang saya mandi di sini. Setelah itu baru pulang," tambahnya.
Tak lama, keluarga dan tetangganya pun paham.
Kendati demikian, Junaedi sudah menyiapkan dirinya bila keluarga dan tetangganya tak bisa menerima kehadiran dirinya sebagai petugas makam.
Baginya hal tersebut ialah wajar mengingat obat dan vaksin untuk virus corona belum ditemukan sementara jumlah pasien positifnya terus bertambah.
"Seandainya dikucilkan pun ya enggak terlalu berpikir gimana-gimana ya karena wajar. Saya memaklumi. Alhamdulillah sejauh ini aman begitu pun dengan rekan yang lain, enggak ada dikucilkan dari lingkungan maupun lingkungan," katanya.
Miris jenazah Covid-19 ditolak disejumlah daerah
Banyak hal yang dialaminya selama menjadi petugas makam membuat Junaedi merasa miris ketika melihat jenazah Covid-19 mendapatkan penolakan.
Meskipun tak pernah menemukan hal aneh selama menggali liang lahat, Junaedi mengaku sedih ketika melihat pemberitaan yang ada.
Menurutnya, penolakan tersebut sudah tak manusiawi dan justru membuat pihak keluarga semakin berduka.
"Melihat rentetan kejadian yang di luar daerah banyak penolakan, jujur saya miris. Tidak seharusnya mereka melakukan hal seperti itu. Menurut pandangan saya itu sudah diluar rasa kemanusiaan," katanya.
Junaedi berharap tak ada lagi penolakan seperti itu. Sebab, ketika dimasukkan ke liang lahat jenazah dimakamkan sesuai dengan SOP korban Covid-19.
"Harusnya tidak usah seperti itu. Sebab, pemakaman jenazah sesuai dengan SOP yang ada. Kita di sini pun meminimalisir resiko yang ada dengan menyemprotkan disinfektan dan mengenakan APD ataupun jas hujan, masker dan sarung tangan ketika proses pemakaman," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Cerita Petugas Makam Jenazah Covid-19: Awalnya Takut dan Cemas, Siap Dikucilkan Tetangga