Menengok Kehidupan Panti Lansia, Kisah Pilu Kakek Nenek Menua, Dibuang, Ada yang Sampai Meninggal
Betapa pedih hati ini ketika mendengar lansia yang tinggal di sini tak tahu keberadaan keluarga mereka.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat Ramadan tahun ini yang dirasa berbeda karena harus dijalani saat wabah virus corona atau covid-19, kiranya tepat jika kita saling peduli.
Kiranya semua paham, saat seperti ini meski sama-sama menghadapi masa sulit, saatnya bergotong royong membangun kebersamaan bahu membahu membantu yang memerlukan.
Tribunnews.com bersama Kitabisa.com beberapa hari lalu menyambangi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 di kawasan Cipayung, Jakarta Timur untuk memberikan obat-obatan untuk kakek dan nenek penghuni Panti.
Obat-obatan itu diberikan bagi para penghuni panti sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Saat memberikan donasi ini, TribunJakarta (Grup Tribunnews.com) mendapatkan kesempatan melihat suasana kehidupan panti sosial yang dihuni para lansia tak beridentitas dan terlantar.
Dipandu Kasatpel Pembinaan Panti, Daniel Rusdi, tim Tribunnews.com diantarkan menuju kamar - kamar panti.
Saat berada di halaman depan kamar, kami langsung disapa para lansia yang sedang duduk-duduk di luar.
Ada yang duduk di bawah pohon rindang, ada yang duduk bersandar pada dinding.
Bagi yang sudah tak mampu berjalan, mereka duduk beralaskan kursi roda.
Mereka menghabiskan waktu senja hari dengan termenung.
Mata mereka sebagian besar memandang jauh. Pandangan mata mereka kosong seperti tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup.
Baca: Kitabisa.com dan Tribunnews Salurkan Bantuan Obat-Obatan untuk Penderita Kejiwaan dan Lansia
Baca: Dulu Jadi Penghuni, Pemeran Willy dan Pipit di Preman Pensiun 4 Bagi Masker di Rutan Kebonwaru
Ketika sampai di lobi kamar, bau pesing seketika menyengat hidung.
Maklum, sebagian besar dari mereka sudah tidak bisa buang air kecil secara mandiri.
Mereka mengenakan popok dewasa bila tak tahan dengan "panggilan alam".
Saat menengok ke dalam ruang kamar, suasana begitu menyedihkan.
Bagaimana melihat manusia yang tak berdaya dimakan usia.
Para lansia terkulai lemah di atas kasur. Bahkan, ada yang terbaring di bawah lantai.
Para lansia yang terbaring di kamar itu terdiri dari orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan pengidap demensia.
Terpinggirkan
Mereka yang sebagian besar berada dalam panti, merupakan lansia tak beridentitas. Mereka ditemukan petugas terlantar di jalanan.
Betapa pedih hati ini ketika mendengar lansia yang tinggal di sini tak tahu keberadaan keluarga mereka.
Bahkan, ada yang tidak diakui lagi sebagai bagian dari keluarga.
Di akhir penghujung usia, mereka para kakek nenek ini menghabiskan masa tua tanpa kehadiran keluarga yang menemani.
Daniel Rusdi menjelaskan, para lansia yang tidak mengetahui keberadaan keluarganya akan selamanya tinggal di panti ini.
Di panti ini ibarat sebuah tempat penghabisan sebelum ajal menjemput mereka.
"Kalau enggak ada keluarganya, mereka tinggal menahun di sini sampai meninggal. Mereka akan dimakamkan di TPU Srengseng Sawah," ungkap Daniel.
Kasatpel Pelayanan Panti, Yasinta Restuning Ayu mengisahkan, bahwa pernah ada pihak keluarga yang tidak peduli ketika anggota keluarganya meninggal di panti.
Saat dihubungi oleh pihak petugas, pihak keluarga enggan datang melayat lantaran tak memiliki uang untuk mengurus pemakamannya.
"Ada keluarga yang enggak mau ke sini, udah ditelponin, bilangnya saya enggak punya biaya. Udah gitu doang. Tega bener anaknya bilang begitu. Kita enggak minta uang, sebenarnya kita ingin dia hadir ke situ melihat pemakamannya," kenangnya.
Ada juga kisah lainnya, menurut petugas lainnya, ada keluarga yang terbilang berpendidikan dan berkecukupan membiarkan ayahnya tidur di panti.
Anaknya enggan mengurusnya.
Pihak keluarga baru menyesal ketika ayahnya meninggal di panti.
"Keluarga berduit enggak mau menerima ayahnya, anaknya juga enggak mau menerima. Ketika meninggal, anaknya baru pada menangis," ujarnya.
Mereka yang dibawa ke panti berpeluang besar bakal menghabiskan masa hidupnya di sana.
Jarang pihak keluarga yang mencari mereka. Dinas Sosial pun kesulitan mencari keluarganya lantaran mereka tak beridentitas. Saat ditanya, mereka kerapkali lupa asal usulnya.
Dibina
Ketika tidak diacuhkan pihak keluarga, mereka dimanusiakan di dalam panti.
Setidaknya ada pihak yang memerhatikan mereka meski tentu perlakuannya tetap tidak sama seperti keluarga terdekat.
Selama di Panti, mereka mengikuti berbagai aktivitas yang diberikan oleh petugas seperti, keterampilan dan senam.
"Kegiatan motorik mereka kita latih. Yang bisa jalan mereka buat keterampilan, kalau enggak bisa biasanya mereka mengisi waktu dengan aktivitas kerohanian," ujar Daniel.
Para lansia juga dibina agar mereka menganggap panti sebagai rumah mereka dan teman satu panti sebagai saudaranya.
Mereka diajarkan gotong royong seperti saling membantu membagi-bagikan makanan di panti.
Pengamatan TribunJakarta.com, mereka pun ada yang saling mengobrol.
Terlihat dua orang lansia tengah membawa ember besar berisi bubur kacang hijau yang akan dibagikan kepada teman-temannya.
Sempat terlohat tulisan "Memanusiakan Manusia" yang terpampang di atas salah satu ruang panti.
Menurut Daniel, mereka yang berada di dalam ruang itu merupakan orang yang sudah "lulus" dibina. Seperti mampu buang air kecil maupun besar secara mandiri.
Dilihat dari aktivitas kehidupan sehari-harinya diri mereka menunjukkan kemajuan. Artinya, dianggap sehat.
Toh, mereka yang dianggap terpinggirkan dan tak berdaya, masih bisa berubah kala dibina dan dimanusiakan.
Kiranya kalimat Memanusiakan Manusia bisa sebagai pengingat jika dalam hidup seharusnya kita saling kasih mengasihi satu sama lain dan peduli dengan sesama.
Apalagi di masa Pandemi ini, kita bisa membantu tetangga yang kesulitan dengan berbagi makanan atau menaruh empati kepada mereka yang dirumahkan atau bahkan di-PHK.
Bahwa bukankah sebaik-baiknya hidup adalah mereka yang bisa memberikan manfaat baik bagi sesama manusia di dunia?
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Deretan Kisah Menyayat Hati Penghuni Panti Lansia: Ada Keluarga Tak Peduli Bahkan Setelah Meninggal,
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas