Ancaman Pidana jika Ketahuan Memalsukan SIKM, Pemeriksaan Hanya Pakai Smartphone
Bagi pihak yang ketahuan memalsukan SIKM akan dikenakan ancaman pidana. Pemeriksaan SIKP hanya bermodalkan smartphone.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Akan ada ancaman pidana bagi pihak yang ketahuan memalsukan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).
Mulai dari hukuman penjara hingga sanksi denda.
Diketahui, SIKM diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada warga yang tugas dan pekerjaannya masih harus melakukan perjalanan dinas selama pandemi Covid-19.
Tak hanya mereka yang bekerja, SIKM juga diperuntukkan bagi warga terkait kondisi darurat.
Seperti sakit atau anggota keluarga lain yang meninggal.
Baca: Gerbang Tol Purwakarta Arah Jakarta Mulai Ditutup, Tak Punya SIKM Kendaraan Dilarang Masuk Ibu Kota
Baca: Kembali ke Jakarta Tanpa Membawa SIKM, Apa Sanksinya?
Namun, untuk para pekerja, hanya mereka yang bekerja di 11 sektor yang diperbolehkan membuat SIKM.
Berikut 11 sektor usaha yang diizinkan bepergian atau beroperasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB):
- Kesehatan;
- Bahan pangan/makanan/minuman;
- Energi;
- Komunikasi dan teknologi informatika;
- Keuangan;
- Logistik;
- Perhotelan;
- Konstruksi;
- Industri strategis;
- Pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Asli atau palsunya SIKM bisa diketahui hanya melalui smartphone.
Dilansir Tribunnews, Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo, menjelaskan petugas pemeriksa SIKM nantinya cukup memindai kode QR yang tertera di surat.
Lewat pindaian kode QR tersebut akan diketahui SIKM yang dibawa seseorang asli atau palsu.
"Dalam SIKM itu ada QR code yang memang bisa di-scan menggunakan handphone apa saja atau smartphone."
"Kemudian akan keluar siapa pemilik SIKM tersebut, akan kita cocokkan dengan wajahnya."
"Supaya SIKM si A tidak digunakan oleh si B. Tapi teknisnya secara detail instansi terkait (Satpol PP dan petugas Dishub, red). Kepolisian dan TNI hanya pendamping," terang Kombes Sambodo.