Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelaku Mutilasi di Bekasi Kerap Dilecehkan Korbannya, Psikolog Forensik Beri Tanggapan

Pelaku mutilasi di Kalimalang, Bekasi, merasa kesal karena kerap dilecehkan oleh korbannya.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Pelaku Mutilasi di Bekasi Kerap Dilecehkan Korbannya, Psikolog Forensik Beri Tanggapan
TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Kediaman pelaku mutilasi di Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi. Pelaku merasa kesal karena kerap dilecehkan oleh korbannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menanggapi terungkapnya motif kasus mutilasi di Bekasi, Jawa Barat.

Diketahui, pelaku berinisial AH nekat membunuh dan memutilasi DS (24) karena merasa kesal.

Pasalnya, AH yang masih berusia 17 tahun kerap dipaksa melayani nafsu birahi korban.

Reza menuturkan, terungkapnya motif ini bisa diartikan, AH juga menjadi korban kejahatan seksual.

"Pemutilasi dikabarkan berumur 17 tahun, berarti masih berusia anak-anak."

Baca juga: Tetangga Yakin Pelaku Mutilasi di Bekasi Bukan Penyuka Sesama Jenis

Baca juga: Korban Mutilasi di Bekasi Hampir Tiap Akhir Pekan Menginap di Rumah Pelaku

"Mengaku membunuh karena dipaksa melakukan kontak seks berulang kali, berarti (AH) korban kejahatan seksual," ujar Reza kepada Tribunnews, Rabu (9/12/2020).

Reza Indra Giri Amel
Ahli Psikologi Forensik dan Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) , Reza Indragiri Amriel (TRIBUNNEWS)

Ia pun mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa.

Berita Rekomendasi

Untuk itu, Reza mengatakan pelaku pemutilasi ini juga sebagai korban yang harus dilindungi.

"Kata Presiden Jokowi, kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa."

"Kalau begitu, dalam kasus mutilasi Kalimalang ini, alih-alih berstatus sebagai pelaku, boleh jadi dia adalah korban," terang Reza.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini juga menyebut AH bisa berstatus ganda.

Pasalnya, selain memutilasi, ia juga termasuk ke dalam korban kejahatan luar biasa.

Tempat pembuangan sementara Jalan Gunung Gede Raya, Kayuringin, Kota Bekasi, Senin (7/12/2020). Sempat mengira kantung plastik berisi potongan tubuh merupakan sampah rongsokan, petugas pengangkut sampah terkejut temukan potongan tubuh manusia.
Tempat pembuangan sementara Jalan Gunung Gede Raya, Kayuringin, Kota Bekasi, Senin (7/12/2020). Sempat mengira kantung plastik berisi potongan tubuh merupakan sampah rongsokan, petugas pengangkut sampah terkejut temukan potongan tubuh manusia. (TRIBUNJAKARTA/YUSUF BACHTIAR)

"(AH) korban kejahatan luar biasa! dan korban kejahatan seksual, mengacu UU Perlindungan Anak, harus mendapat perlindungan khusus."

"Anggaplah dia berstatus ganda: pelaku sekaligus korban. Lantas status manakah yang didahulukan? Pendapat saya, status korbannya didahulukan," ujar Reza.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas