Perayaan Natal ala Betawi: Simbol Keberagaman di Kampung Sawah
Antarwarga asli Kampung Sawah masih terikat hubungan kerabat, meski agama mereka berbeda-beda
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Eko Sutriyanto
![Perayaan Natal ala Betawi: Simbol Keberagaman di Kampung Sawah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/jemaat-katolik1234.jpg)
Bahkan saat perayaan Natal, beberapa jemaat mengenakan pakaian adat betawi.
Baca juga: Ide Menu Makan Besok, Resep Soto Betawi Susu Ini Seenak yang Dibeli di Pedagang! Wajib Coba
"Seluruh petugas mengenakan pakaian adat betawi," ucapnya.
Bagi umat yang hadir di gereja, diwajibkan untuk mendaftar melalui website dan diberi kuota maksimal sebanyak 200 jemaat.
Umat yang telah mendaftar akan mendapat tiket disertai barcode dan barcode ini yang akan diperlihatkan kepada petugas gereja saat menghadiri misa.
“Petugas kami, namanya Tim Gugus Kendali Paroki (TGKP), bertugas untuk men-scan tiket atau barcode yang dibawa umat.
Umat yang mengikuti misa di gereja harus berumur 18-59 tahun.
Selebihnya, umat yang tidak memiliki tiket dapat mengikuti misa secara daring," ujarnya.
Keberagaman di Kampung Sawah, ucap Matheus, sudah diajarkan sejak dahuku kala oleh para leluhur.
Mereka menyadari sebuah keadaan, bagaimana masyarakat yang berada di sekitar adalah bersaudara.
"Umat Muslim, Hindu, Budha. Toleransi sudah dilakukan leluhur kami.
Masyarakat Kampung Sawah akur, rukun, akrab satu sama lain," imbuh Matheus.
Gereja Santo Servatius tak bisa dilepaskan dari perkembangan liturgi Katolik di kawasan yang dikenal sebagai segitiga emas tiga agama besar di Indonesia tersebut.
"Kami saling membantu, saat perayaan umat Islam, Hindu, dan Budha, saling bahu membahu.
Bisa menyediakan lahan dan menjaga parkir, bantu keamanan, dan itu sudah berjalan sejak lama," sambungnya.